Reporter: Anna Marie Happy, Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Poundsterling melemah terhadap sejumlah valuta utama dunia. Data penjualan ritel Inggris yang buruk di Agustus lalu, menjadi satu penyebab sterling tertekan.
Pasangan EUR/GBP, Senin (4/9) pukul 17.20 WIB, senilai 0,79378 atau menguat 0,14%, dibandingkan hari sebelumnya. Terhadap dollar AS, poundsterling melemah 0,08% menjadi 1,5873. Namun, terhadap yen Jepang, GBP masih naik tipis menjadi 124,426.
British Retail Consortium merilis data penjualan ritel di Inggris dalam 12 bulan terakhir turun 0,4% di banding periode yang sama di tahun sebelumnya. Selain itu, indeks di sektor konstruksi untuk Agustus, merosot ke level 50, dibanding bulan Juli yang berada di level 50,9.
Menanggapi hal tersebut, pekan ini, Bank of England (BoE) berniat meninjau suku bunga dan pembelian aset, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi di Inggris. Senior Analyst Monex Investindo Futures, Daru Wibisono, menilai, tekanan ekonomi di Eropa memberikan angin negatif terhadap euro maupun sterling.
Pekan ini, sejumlah bank sentral disinyalir akan memberi sinyal pengucuran stimulus. Simposium Jackson Hole, akhir pekan lalu, yang diharapkan menjadi ajang pengumuman kebijakan stimulus, ternyata mengecewakan pasar.
Ben Bernanke, pimpinan Federal Reserves, tidak memberi pernyataan spesifik tentang stimulus. “Walau begitu, pasar tetap optimistis dengan stimulus, hingga dana di aset berisiko naik,” kata Daru.
Akibatnya, banyak investor yang beralih aset dari dollar AS menuju ke aset beresiko, di antaranya euro. Dengan meningkatnya permintaan euro, valuta utama relatif menguat dibanding poundsterling.
Analis Soe Gee Futures, Nizar Hilmy, melihat, sterling berpotensi menguat terhadap dolar. Dibanding indeks serupa di China dan Eropa, statistik Inggris masih lebih baik. "Walau mengalami kontraksi, namun ekonomi Inggris meningkat, dari 45,2 pada bulan Juli menjadi 49,5 pada bulan Agustus,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News