Reporter: Cindy Silviana Sukma, Agus Triyono | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Harga minyak kembali terjerembab setelah berhasil menguat tajam selama hampir 10 hari. Ini karena sentimen negatif akibat rilis data produksi industri China yang melambat.
Harga minyak berjangka pengiriman Juli di Bursa Nymex, Rabu (12/6) sampai pukul 20.00 WIB, melemah 0,03% ke US$ 95,35 per barel.
Biro Statistik Nasional China, Minggu (9/6), melaporkan tingkat pertumbuhan produksi industri per Mei 2013 mencapai 9,2%. Angka tersebut menurun dibandingkan tingkat pertumbuhan April yang mencapai 9,3% dan lebih rendah dari ekspektasi pasar yang sebesar 9,4%.
Michael Lynch, President Strategic Energy & Economic Research di Winchester, Massachusetts kepada Bloomberg mengatakan, memburuknya pertumbuhan produksi industri di China telah memberikan tekanan kepada harga minyak. Apalagi, pada saat bersamaan minyak mendapat tekanan dari penurunan tingkat permintaan bensin yang mencapai level terendah dalam 12 tahun belakangan.
Ariston Tjendra, analis Monex Investindo Futures menambahkan, permintaan minyak yang menurun akibat kondisi ekonomi yang buruk dari beberapa negara dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia.
Sebetulnya, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menyebutkan adanya keseimbangan permintaan dan suplai minyak. Tapi, kata Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures, karena ekonomi Eropa masih resesi dan ekonomi Amerika Serikat belum pulih total, membuat permintaan minyak menurun.
Permintaan turun
American Petroleum Institute juga melaporkan, cadangan minyak AS bertambah menjadi 8,9 juta barel minggu lalu. Ini kenaikan terbesar Januari 2009. Data ini menimbulkan kekhawatiran persediaan minyak akan membesar, sementara permintaan masih minim. "Trennya minyak pergerakan harga masih fluktuatif dalam seminggu bahkan sebulan," ujar Nizar.
Secara teknikal, Ariston melihat, pergerakan mingguan harga minyak masih menunjukkan sideway. Ini bisa dilihat indikator moving average convergence divergence (MACD) di atas 0. Sementara, indikator relative strength index membentuk pola segitiga. Stochastic di level overbought menunjukkan tren pergerakan naik dan turun. Sementara itu, harga berada di atas garis moving average (MA) 100 menunjukkan kenaikan harga minyak.
Ariston memperkirakan, harga minyak akan bergerak datar di kisaran US$ 88- US$ 98,20 per barel dalam sepekan ke depan. Sementara Nizar memprediksi, harga minyak akan fluktuatif, di kisaran harga US$ 91 per barel - US$ 97 per barel dalam sepekan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News