Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. PT Danareksa Investment Management (DIM) berencana menerbitkan produk baru pada penghujung tahun. Produk anyar ini bertajuk Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Danareksa Bank Tabungan Negara 04 atau DBTN04.
Direktur DIM Prihatmo Hari Mulyanto menjelaskan, produk ini merupakan produk keempat besutan Danareksa dan BTN. Kali ini, Danareksa menawarkan hal berbeda.
KIK EBA ini hadir dalam dua seri. Seri A1 bertenor 2,5 tahun dengan imbal hasil yang ditawarkan sebesar 8,9%. Adapun, seri A2 memiliki tenor 4,5 tahun dengan imbal hasil 9,5%. Dengan berinvestasi minimal Rp 5 juta, investor dapat memiliki efek beragun kredit kepemilikan rumah (KPR). "Rencananya produk ini meluncur akhir tahun. Saat ini dalam tahap finalisasi," ungkap Hari, Rabu (27/11).
Pasar yang kurang kondusif saat ini tidak mengurungkan niat DIM menetaskan produk baru. Hari beralasan, produk KIK EBA merupakan produk alternatif yang bisa menjadi pilihan bagi investor.
Sama seperti produk terdahulu, besaran DBTN04 ini mencapai Rp 1 triliun. Instrumen ini akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Investor dapat membeli produk ini di pasar perdana maupun pasar sekunder.
Tahun lalu, Danareksa menerbitkan produk sejenis bertajuk DBTN03. KIK EBA ini akan jatuh tempo 7 Januari 2023 dengan imbal hasil 7,75%. Berdasarkan data BEI, total nilai KIK EBA hingga akhir Oktober 2013 mencapai Rp 1,53 triliun yang berasal dari lima produk KIK EBA.
Hari bilang, pada dasarnya produk ini mudah sebagai alternatif investasi. Hanya saja, pihaknya mengaku rumit dalam menangani aset-aset yang jumlahnya puluhan ribu.
Direktur PT Infovesta Utama Parto Kawito menilai, return KIK EBA agak mepet mengingat suku bunga sudah menginjak level 7,5%. Menurut Parto, investor harus mendapatkan imbal hasil premium karena instrumen ini kurang likuid.
Selain sifatnya yang kurang likuid, instrumen ini masih tergolong baru di kalangan investor. Belum banyak manajer investasi yang memperkenalkan produk ini. Oleh karena itu, tak heran produk ini lebih banyak diminati oleh investor institusi seperti dana pensiun, asuransi, dan aset manajemen. "Produk ini memiliki risiko likuiditas. Manajer investasi harus dapat meyakinkan investor bagaimana komitmen jual belinya. Apakah ada standby buyer?" papar Parto.
Ke depannya, lanjut Parto, produk KIK EBA masih memerlukan sosialisasi panjang. Kemungkinan, perlu lima tahun untuk membuat produk ini tidak asing lagi bagi investor ritel di Indonesia. Sayang, terobosan Danareksa ini belum bisa menggerakkan manajer investasi lain untuk melakukan hal serupa.
Bagi investor yang tertarik memilih KIK EBA untuk diversifikasi portofolio, setidaknya pertimbangkan imbal hasil dan rekam jejak manajer investasinya. Selain itu, investor harus menimbang sejauh mana dapat menerima risiko produk ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News