Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri reksadana syariah tengah berada dalam tekanan. Hal ini tercermin dari terus turunnya dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksadana syariah. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada akhir Maret 2022, jumlah dana kelolaan reksadana syariah hanya sebesar Rp 43,67 triliun atau turun 45% secara year on year (yoy).
Usut punya usut, salah satu pemicunya adalah terjadinya net redemption yang cukup signifikan pada periode tersebut. Tercatat, jumlah unit penyertaan (UP) reksadana syariah pada Maret 2022 sebesar 27,08 miliar unit. Angka tersebut turun sebesar 59% secara yoy.
CEO Edvisor.id Praska Putrantyo mengatakan, penurunan AUM industri reksadana syariah didominasi oleh jenis reksadana terproteksi, ETF dan reksadana indeks, serta diikuti oleh pasar uang. Penurunan AUM tersebut juga tidak lepas dari penurunan drastis di jumlah UP yang mengindikasikan adanya peralihan dari reksadana syariah di jenis-jenis tersebut.
Baca Juga: Berikut Tips Manfaatkan Uang THR Sebagai Tabungan untuk Masa Depan
Selain itu, faktor obligasi yang jatuh tempo juga mempengaruhi penurunan AUM di jenis reksadana terproteksi syariah karena sebagian tidak digantikan dengan produk baru. Tapi dia bilang, hal yang sebaliknya terjadi di jenis reksadana saham syariah dan campuran syariah yang justru tumbuh, masing-masing 15% dan 8,3% per Maret 2022 dibanding periode sama tahun lalu.
“Hal ini karena mulai bullish-nya tren investasi saham, terutama sejak memasuki kuartal keempat 2021, yang pada akhirnya membuat investor cenderung masuk ke reksadana saham dan campuran,” kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (22/4).
Hanya saja, tren tersebut berpotensi mereda. Pasalnya, investor sudah banyak yang mulai masuk ke instrumen reksadana saham sejak akhir tahun lalu, sehingga akan cenderung terbatas. Terlebih lagi, IHSG juga sudah melaju cukup tinggi hingga menembus sekitar level 7.200.
Ke depannya, Praska melihat potensi pertumbuhan industri reksadana syariah masih tetap terbuka lebar. Tapi, sejauh ini reksadana syariah baru sebatas menjadi instrumen alternatif dan masih menjadi preferensi bagi investor-investor tertentu.
“Jadi, agar AUM dan UP reksadana syariah ke depan bisa bertumbuh, harus ditopang dari prospek dari sektor-sektor industri yang hanya masuk ke dalam kategori syariah,” imbuh dia.
Baca Juga: Ajak Mahasiswa Berinvestasi, Kontan Gelar Investment Literacy Goes to Campus
Financial Planner Finansia Consulting Eko Endarto meyakini industri reksadana syariah berpeluang untuk terus tumbuh. Terlebih lagi dengan mayoritas penduduk Indonesia yang muslim membuat potensi industri ini cukup menjanjikan. Hanya saja, edukasi dan penetrasi produk reksadana syariah harus terus ditengkatkan.
“Apalagi dengan berkembangnya ekosistem dan startup fintech yang hadir sebagai pesaing langsung reksadana syariah,” ujar Eko.
Sedangkan Praska melihat salah satu tantangan untuk kinerja reksadana syariah ke depan adalah terbatasnya sumber kinerja. Maksudnya, kinerja reksadana syariah tidak mendapatkan kontribusi dari kinerja saham atau instrumen lainnya yang masuk ke dalam sektor non-syariah.
Baca Juga: Saham-Saham Big Caps yang Punya Prospek Menarik Tahun Ini
Adapun, dari sisi kinerja reksadana syariah dalam satu tahun terakhir, kinerja rata-rata reksadana syariah melalui indeks Edvisor Sharia Fixed Income Funds Index (pendapatan tetap), Edvisor Sharia Balanced Funds Index (campuran), dan Edvisor Sukuk Funds Index (berbasis sukuk) mencetak return positif.
“Hanya kinerja reksadana syariah saham melalui Edvisor Sharia Equity Funds Index yang masih mencetak return negatif dalam 1 tahun terakhir, sebesar -10,6%,” tutup Praska.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News