kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Dana asing masih berpotensi masuk


Selasa, 13 Agustus 2013 / 08:59 WIB
Dana asing masih berpotensi masuk
ILUSTRASI. Ilustrasi penderita penyakit asma.


Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Kepemilikan dana asing di surat berharga negara (SBN) masih stabil di tengah inflasi yang mencapai puncak. Dana asing diperkirakan masih akan bertahan seiring meredanya inflasi bulan depan.

Loto Srinaita Ginting, Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) mengatakan, pengaruh pengumuman inflasi terhadap kepemilikan asing di SBN sangat terbatas. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka inflasi Juli 2013 mencapai 3,29% (month on month) dan 8,61% (year on year). Sehingga inflasi tahun kalender sudah mencapai 6,75%.

Loto menduga, dana asing bertahan karena investor sudah memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM terhadap ekspektasi inflasi. "Sepertinya investor asing sudah melakukan priced-in naiknya inflasi di bulan Juli sebagaimana tercermin dari yield SUN," ujar Loto kepada KONTAN, awal Agustus lalu.

Kenaikan BBM yang memicu naiknya ekspektasi inflasi mengerek imbal hasil SUN seri acuan 10 tahun ke level 8%. Setelah pengumuman inflasi bulan Juli, imbal hasil SUN 10 tahun turun ke 7,6%.

Adanya yield adjustment ini mengakibatkan investor asing masuk. Terbukti sepanjang bulan Juli 2013, beli bersih asing mencapai Rp 2,81 triliun.

Hingga data terakhir DJPU pada 2 Agustus 2013, asing menambah lagi kepemilikan SBN sebesar Rp 1,58 triliun menjadi Rp 287,35 triliun dibanding akhir Juli.

Jika angka inflasi bulan Juli sebesar 8,61% merupakan level puncak dan diperkirakan mereda pada bulan-bulan selanjutnya, maka investor asing masih akan terus membeli SBN.

Loto menambahkan, investor perlu memperhatikan pergerakan US Treasury yang sangat dipengaruhi sentimen makro ekonomi Amerika Serikat (AS) serta kebijakan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) terkait stimulus moneter.

Selain itu, current account defisit (CAD) juga menjadi kekhawatiran para investor asing. CAD yang semakin melebar akan memengaruhi sentimen terhadap rupiah. "Walaupun beberapa hari terakhir ini nilai rupiah melemah, masih terlihat adanya net inflow dari investor asing. Hal ini mengindikasikan bahwa investor asing masih memprediksikan sentimen positif atas perekonomian Indonesia," ungkap Loto.

Analis Sucorinvest Asset Management, Jemmy Paul mengungkapkan hal senada. Menurut dia, arus aliran dana asing berpotensi lebih deras lagi pascapengumuman inflasi. Dia menduga, asing akan menambah kepemilikannya di SBN memasuki bulan September. Hal ini merupakan tren tahunan. Asing mulai agresif masuk pada kuartal III.

Bertambahnya kepemilikan asing juga sejalan dengan mulai stabilnya imbal hasil SUN 10 tahun yang diperkirakan mencapai level 7,5% pada bulan September. "Dana asing tidak akan kemana-mana. Kalaupun ada dana asing keluar, jumlahnya tidak akan banyak. Sebab yield sudah menarik," kata Jemmy.

Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII), Josua Pardede mengungkapkan, kepemilikan dana asing saat ini belum merefleksikan kondisi pasar surat utang sesungguhnya. "Ke depannya, masih ada risiko di pasar SUN. Namun, Bank Indonesia (BI) sejauh ini mampu menstabilitaskan pasar obligasi," tutur Josua.

Josua bilang, BI terlihat melakukan intervensi di pasar surat utang dengan menambah kepemilikan Rp 37 triliun sepanjang Juli. Dari faktor eksternal, investor asing masih menunggu kelanjutan pernyataan The Fed. Ia menduga, pengurangan stimulus paling cepat dilakukan akhir tahun. Sebab, target produk domestik bruto AS 2,3%-2,4% year on year masih sulit tercapai. "Kemungkinan stimulus moneter masih akan berlanjut, sehingga likuiditas global masih tinggi. Dengan demikian, masih ada potensi capital inflow ke emerging market seperti Indonesia," imbuh Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×