kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dana asing bergeser, harga SUN tren menurun


Senin, 19 Februari 2018 / 20:07 WIB
Dana asing bergeser, harga SUN tren menurun
ILUSTRASI. Ilustrasi pasar obligasi


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Surat Utang Negara (SUN) sedang dalam tren penurunan. Terutama terjadi pada seri obligasi bertenor menengah hingga panjang. Lihat saja, harga obligasi acuan tenor 10 tahun FR0064 pada Kamis (15/2) lalu bahkan mencapai level 97%. Sebelumnya harga obligasi ini bertengger di atas 100%.

Meski demikian, I Made Adi Saputra Anlis Fixed Income MNC Sekuritas menilai, koreksi harga SUN belum begitu besar, karena koreksi harga tidak terjadi pada semua seri obliagsi. Made justru mencatat terjadi kenaikan harga yang lebih tinggi pada seri tenor pendek.

"Seri obligasi lima tahun ke bawah, yield justru turun. Investor bukan kabur dari pasar obligasi kita, tetapi geser dari tenor panjang jadi ke tenor pendek," kata Made, Senin (19/2).

Faktor yang membuat investor berpindah pada obligasi bertenor pendek dan membuat harga SUN cenderung menurun adalah laju inflasi di Amerika Serikat yang naik menjadi 2,1% pada Januari lalu. Muncul kekhawatiran bahwa dengan naiknya inflasi AS, bisa mendorong kenaikan suku bunga AS lebih agresif di tahun ini. 

"Makanya, respons pelaku pasar mencoba hindari dulu instrumen surat utang," kata Made.

Hal ini berdampak investor jadi berbondong-bondong masuk ke pasar saham AS. Made mengatakan dengan data pengangguran dan pengupahan AS yang membaik akan bagus untuk pasar saham dibandingkan pasar surat utang.

Tak heran, keluarnya asing dari pasar obligasi Indonesia dan masuk ke pasar saham AS membuat harga SUN cenderung turun. Made mencatat investor asing keluar dari pasar obligasi sebesar Rp 18,69 triliun sejak awal Februari hingga Rabu (14/2). Sementara sepanjang Januari 2018, investor asing mencatatkan net buy Rp 34 triliun.

Fund Manager Capital Asset Management, Desmon Silitonga sepakat, keluarnya investor asing menyebabkan harga SUN menurun. Namun, ia memperkirakan, penurunan harga SUN ini hanya sementara. Sentimen dari AS membuat pelaku pasar cenderung mengamankan portofolio investasinya terlebih dahulu.

Desmon optimistis, ke depan, pasar obligasi Indonesia masih akan positif didukung fundamental ekonomi Indonesia yang membaik "Pemerintah akan menjaga supaya volatilitas pasar obligasi kita kuat. Kita tidak seburuk AS yang yield-nya naik dari 2,2% ke 2,8%. Saat ini kita hanya bergerak di 6,3%-6,4%," paparnya.

Made mengatakan sentimen dalam negeri yang bisa menahan tekanan dari luar adalah kebijakan moneter dan tingkat inflasi Indonesia yang terkendali. Meski ada ancaman kenaikan harga beras, tetapi pemerintah sigap dengan melakukan impor, sehingga bisa menahan laju inflasi.

Selain itu, Made juga melihat kebijakan Bank Indonesia masih akomodatif memdukung pertumbuhan ekonomi dengan tidak menurunkan suku bunga acuan.

Secara teknikal Made memperkirakan, harga SUN masih dalam tren penurunan dalam jangka pendek. Saat ini inflasi di AS cukup kuat dan kenaikan suku bunga AS diprediksikan bisa lebih dari tiga kali.

Karena penurunan harga SUN lebih dipengaruhi faktor eksternal, maka yang bisa meredakan penurunan harga SUN ini tentunya dari faktor eksternal. "Kita lihat lagi data AS yang keluar pada Maret, apakah hasilnya terus naik," imbuh Made.

Menurut Made, sudah waktunya untuk yield US Treasury kembali ke level 2,2%. Namun, setidaknya apabila bertahan di 2,5%, spread obligasi Indonesia masih aman. "Tetapi kalau bertahan di 2,9%, yield obligasi kita akan menyesuaikan dengan ikut naik dan harga akan turun," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×