Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Harga minyak mentah dunia turun, dipicu adanya spekulasi penambahan stimulus moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, setelah rilis negatif sejumlah data ekonomi AS.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni 2013 di Bursa Nymex, Kamis (16/5) pukul 16.02 WIB, turun 0,89% menjadi US$ 93,46 per barel, dibandingkan harga sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga minyak terpangkas 3,04%.
Meski cadangan minyak mingguan AS turun 600.000 barel, rilis data-data ekonomi AS dan Eropa yang buruk menyebabkan pelaku pasar khawatir, permintaan minyak dari kedua wilayah ini akan turun.
Produk domestik bruto (PDB) Eropa kuartal I-2013, menunjukkan perlambatan sebesar 0,2% dibanding kuartal sebelumnya. Data inflasi April di zona Euro yang dirilis, kemarin, menunjukkan inflasi tahunan turun ke angka 1,2% dibanding bulan Maret di angka 1,7%. Bank sentral Eropa menargetkan inflasi tahunan mencapai 2% tahun ini.
Data-data baru di AS juga menunjukkan hasil yang buruk. Pertumbuhan produksi industri AS bulan April turun 0,5% dari sebelumnya bulan Maret yang naik sebesar 0,3%.
Suluh Adil Wicaksono, analis Millenium Penata Futures mengatakan, penurunan harga minyak tersebut hanya sementara, karena harga minyak sudah menyentuh level US$ 96 per barel. Respon pelaku pasar terhadap data-data ekonomi AS yang buruk merupakan sesuatu yang wajar.
Namun, koreksi lanjutan mungkin terjadi, mengingat rencana Arab Saudi yang akan meningkatkan produksinya. Suluh meramal, pergerakan harga minyak cenderung melemah terbatas pekan depan, sambil menanti rilis data-data ekonomi AS dan Eropa, serta hasil pertemuan G-8. Tren penguatan kemungkinan besar baru akan terjadi akhir Mei.
Daru Wibisono, analis Monex Investindo Futres menambahkan, pelemahan harga minyak ini merupakan imbas penguatan dollar AS yang berlangsung selama hampir dua pekan. Data ekonomi AS dan Eropa yang buruk semakin menekan harga minyak.
Menurut Daru, penurunan harga minyak masih akan terjadi pekan depan, karena kondisi ekonomi global yang belum pulih. Pelemahan dollar AS hanya mampu membatasi penurunan harga minyak. "Outlook ekonomi yang kurang bagus membuat permintaan minyak dikhawatirkan akan berkurang," kata Daru.
Suluh memprediksi, harga minyak akan terkoreksi terbatas, di kisaran US$ 91 - US$ 96 per barel sepekan mendatang. Daru memprediksi, harga minyak akan melemah antara US$ 90 - US$ 95 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News