Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Beberapa waktu lalu, Bank Indonesia (BI) berencana mengubah batas atas Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Deposit Ratio (LDR). Tadinya, batas ideal yang BI tentukan untuk GWM LDR ini adalah 78%-100%. Namun sejak tahun depan, batasnya berubah menjadi 78%-92%.
Kebijakan ini membuat beberapa bank harus mulai menurunkan posisi LDR-nya. Bila keluar dari rentang yang BI atur tersebut, mau tak mau bank harus membayar Giro Wajib Minimum (GWM) yakni 8% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Langkah ini diambil sebagai respon atas adanya pertumbuhan kredit yang terlalu tinggi di beberapa bank dan sektor tertentu.
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities, menilai, peraturan ini bisa mempengaruhi sektor properti. Hal itu pula yang memicu sentimen negatif atas penurunan harga saham sektor properti.
Tengok saja saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang dalam sepuluh hari terakhir harganya sudah turun 24% dari level 1.170 ke level 890. Sementara pada perdagangan hari ini, saham CTRA kembali turun 80 poin ke level 810.
Namun, Tulus Santoso, Direktur Keuangan CTRA, memastikan jika peraturan tersebut pada dasarnya tidak mempengaruhi sektor properti. "Karena itu hanya peraturan antara bank dengan BI," imbuhnya, Selasa (27/8).
Penurunan batas atas GWM-LDR, lanjut Tulus, memang bisa membatasi kapasitas penyaluran kredit dari bank. Tapi, perbankan sekarang relatif solid. Jadi, mereka bisa memenuhi aturan tersebut tanpa harus mengurangi ekspansi kredit.
Kalau pun ada pengaruh, maka peraturan itu memiliki pengaruh besar terhadap bank kecil. Tapi, penyaluran kredit bank kecil itu untuk kredit mikro. "Sementara kami di sektor properti, kliennya bank besar semua," pungkas Tulus.
Jadi, aturan baru terkait batas atas GWM-LDR tidak mempengaruhi kinerja sektor properti, khususnya CTRA yang membidik pendapatan Rp3,34 triliun. Adapun realisasinya hingga semester I tahun ini sudah mencapai Rp 2,48 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News