Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Perlambatan ekonomi di China menjadi ancaman bagi permintaan batubara di samping adanya isu lingkungan. Tak heran, harganya sulit naik signifikan.
Mengutip Bloomberg, Jumat (11/3), harga batubara kontrak pengiriman Juni 2016 di ICE Future Exchange ditutup naik 0,15% menjadi US$ 49,4 per metrik ton. Dalam sepekan terakhir, harganya naik 0,81%.
Analis PT Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo mengatakan, harga batubara masih stagnan dan belum menunjukkan perubahan signifikan. "Potensi rebound bisa terjadi, tetapi tetap berada di dekat level rendah. Sementara untuk tren penguatan masih berat," paparnya.
Wahyu menilai, faktor signifikan bagi pergerakan harga mengacu pada permintaan terutama dari China sebagai konsumen batubara terbesar di dunia. "Nah, permintaan dari China ini masih lemah," lanjutnya.
Analis Bloomberg Intelligence Michelle Leung dalam riset per 10 Maret 2016 menyatakan, impor batubara China terus turun pada Januari dan Februari lalu. Per Januari 2016, impor batubara China turun 13% dibanding bulan sebelumnya menjadi 15,2 juta ton. Lalu, pada Februari, angka impor kembali turun menjadi 13,5 juta ton atau level terendah sejak April 2011.
Lemahnya permintaan antara lain karena perayaan tahun baru Imlek, perlambatan ekonomi, dan devaluasi mata uang yuan yang menyebabkan harga batubara impor menjadi lebih mahal.
Impor batubara China sebenarnya sempat menguat pada Desember 2015 dengan mencatat kenaikan 9% menjadi 17,6 juta ton. Namun, kenaikan permintaan hanya secara musiman. "Udara dingin sementara waktu mendorong konsumsi batubara sebagai bahan bakar penghangat ruangan," papar Michelle. Sedangkan secara keseluruhan, impor batubara China tahun lalu terjun 30% dibanding tahun sebelumnya ke angka terendah sejak 2010.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News