kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Catatkan kenaikan indeks 13,46% ytd, begini saran analis untuk saham sektor properti


Senin, 18 November 2019 / 06:05 WIB
Catatkan kenaikan indeks 13,46% ytd, begini saran analis untuk saham sektor properti


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,07%. Sementara itu, jika dilihat secara sektoral, indeks saham properti, real estate, dan konstruksi bangunan justru mencatatkan kenaikan paling tinggi, yakni sebesar 13,46% year to date (ytd) ke level 508,02.

Analis MNC Sekuritas Muhammad Rudy Setiawan berpendapat, kenaikan indeks sektor properti di tengah pelemahan IHSG ini didorong oleh sentimen penurunan suku bunga acuan. Sekadar mengingatkan, sejak Juli 2019, Bank Indonesia (BI) sudah memotong suku bunga acuan sebanyak empat kali, dari 6% menjadi 5%. 

Menurut dia, meski harga rumah masih relatif mahal, penurunan suku bunga acuan ini menjadi pemacu masyarakat untuk mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan permintaan properti. 

Baca Juga: Ciputra Residence (CTRA) yakin target marketing sales Citra Maja Raya bakal tercapai

Selain itu, kenaikan indeks sektor properti juga didukung oleh kondisi politik yang sudah stabil dan hari raya yang telah berlalu. "Pada semester pertama tahun ini ada pemilihan umum dan juga lebaran yang jadi sentimen pelemahan sektor properti. Saat ini sudah tidak ada sentimen-sentimen itu," ucap dia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (15/11).  

Sementara itu, dari segi emiten-emiten properti, Rudy melihat bahwa pengembang yang memiliki pertumbuhan prospektif adalah mereka yang menggarap segmen mid to low. "Saat ini, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Bumi Serpong Damai (BSDE) mulai bikin rumah-rumah yang di bawah Rp 500 juta yang menyasar segmen menengah bawah. Jadi, emiten properti yang tadinya garap segmen atas mulai ke segmen bawah," kata Rudy. 

Di sisi lain, emiten yang masih menggarap segmen atas, seperti PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) mencatatkan pertumbuhan yang stagnan. Menurut Rudy, pertumbuhan stagnan ini juga karena didukung recurring income dari sejumlah malnya, sedangkan marketing sales PWON terlihat stagnan cenderung turun.

Akan tetapi, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony berpendapat, pemangkasan suku bunga acuan BI belum berpengaruh secara nyata pada penjualan para emiten properti. "Jadi, penurunan suku bunga ini tidak terlalu bisa dijadikan acuan. Pasalnya, saham properti yang naik merupakan perusahaan small cap dengan kinerja yang justru biasa-biasa saja," ucap dia. Namun, menurut dia, saham-saham properti secara umum memang memiliki valuasi yang cukup murah.

Baca Juga: Harga properti diprediksi bakal naik hingga 9% di tahun depan

Apabila ingin berinvestasi di saham properti, maka Chris menyarankan pelaku pasar untuk buy saham BSDE. Alasannya, kinerja BSDE masih tergolong baik serta memiliki pendapatan berulang yang cukup baik. Dengan begitu, saat kondisi properti sedang lesu, kinerja BSDE justru dapat bertahan. Ia memiliki target harga jangka panjang untuk BSDE Rp 1.800 per saham. 

Sementara itu, Rudy menyarankan investor untuk buy saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Pasalnya, CTRA mulai mengubah bisnisnya dengan menyasar segmen mid to low sehingga dapat mencatatkan pertumbuhan moderat dari tahun sebelumnya di tengah dominannya penurunan laba emiten properti per kuartal III-2019. 

Ia memasang target harga jangka panjang CTRA Rp 1.300 per saham. Per Jumat (15/11), saham CTRA ditutup pada level Rp 1.065 per saham dan BSDE Rp 1.350 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×