Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum pulih, tak sedikit emiten yang berencana menggaet pendanaan lewat aksi penerbitan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non HMETD). Salah satu emiten yang berniat melaksanakan aksi yang sering disebut private plecement ini adalah PT BW Plantation Tbk (BWPT).
Untuk memuluskan aksinya tersebut, manajemen BWPT berencana menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 6 November untuk meminta restu pemegang saham. Total saham yang diterbitkan maksimal berjumlah 10% dari modal yang tempatkan. "Tapi kita belum menentukan harganya," ucap Kelik Irwantono, Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan BWPT, kepada KONTAN, Senin (7/10).
Asal tahu saja, jumlah saham BWPT yang ditempatkan saat ini sebanyak 4,05 miliar saham. Jika 10% dari jumlah tersebut dilepas pada harga penutupan kemarin di harga Rp 820 per saham, maka diperkirakan BWPT bisa meraup dana segar Rp 332,25 miliar.
Kendati November nanti mendapat restu dari pemegang sahamnya, Kelik mengakui, private placement ini tidak akan berlangsung dalam tahun ini.
Untuk menutup utang?
Managing Director Investa Saran Mandiri Jhon Veter menilai bahwa penerbitan saham non HMETD 10% ini tidak terlalu besar. Namun aksi penggalangan dana ini jelas bisa mengurangi ketergantungan BWPT terhadap utang perbankan.
Berdasarkan laporan keuangan BWPT di semester pertama 2013, total kewajiban emiten perkebunan ini mencapai Rp 3,87 triliun. Dari jumlah itu, sebesar 70% atau setara Rp 2,7 triliun merupakan pinjaman bank. "Kalau utang bank, mereka harus bayar bunga," tegas Jhon. Padahal, kini suku bunga perbankan tengah merangkak naik.
Asal tahu saja, rasio utang BWPT memang tidak bisa dibilang kecil. Di pertengahan 2013 saja, dengan ekuitas bernilai Rp 1,72 triliun, maka rasio utang berbanding ekuitas atau debt to equity ratio (DER) BWPT sudah sebesar 2,26 kali.
Analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas Andy Gunawan Wibowo menyatakan, dia mengkhawatirkan penggunaan dana penerbitan saham baru tersebut untuk membayar utang. "Ini akan merugikan pemegang saham," tutur Andy.
Andy beranggapan, aksi penggalian dana dari investor strategis untuk menutup utang merugikan investor karena efek dilusi yang diakibatkannya. Namun, di sisi lain, rasio utang BWPT bisa turun karena aksi korporasi ini.
Pada tahun ini, Jhon memprediksikan kinerja BWPT masih akan tertekan karena harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) yang masih rendah. Hal inilah yang dikhawatirkan Jhon akan menekan laba bersih BWPT.
Meski demikian, Andy memprediksi harga CPO berpotensi mengalami perbaikan pada tahun depan dan bergerak naik di tahun 2015. Kondisi ini diharapkan bisa membawa perbaikan pada kinerja BWPT kedepan.
Sebagai catatan, pada semester pertama tahun 2013, pendapatan BWPT masih berpeluang naik meski tipis, yakni 5% year on year (yoy), dari Rp 520,3 miliar menjadi Rp 546,35 miliar. Sayang, beban pokok penjualan BWPT membengkak sebesar 55,35% yoy menjadi Rp 307,78 miliar. Akibatnya, laba bersih BWPT hingga pertengahan tahun 2013 pun merosot 44,2% dari Rp 153,85 miliar menjadi Rp 85,73 miliar.
Kemarin, harga saham BWPT stabil di Rp 820 per saham. Jhon melihat, saham BWPT sudah overselling. Tapi, ia masih menyarankan jual saham ini karena valuasinya masih tinggi. Sedangkan, Andy merekomendasikan beli saham BWPT dengan target harga Rp 960 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News