Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Para trader dan investor tanah air belakangan tengah gundah gulana. Pasalnya, beredar isu yang menjadi momok bagi para investor, yakni bursa dalam negeri akan mengalami crash.
Dalam perbincangan hangat di sejumlah milis trader, beberapa alasan anjloknya bursa pun mengemuka. Sebut saja pergerakan bursa AS dan regional yang dalam dua minggu belakangan terus mengalami tekanan, tingkat inflasi yang kian tinggi di sejumlah negara Asia, berakhirnya masa pembagian dividen oleh emiten, hingga tren pergerakan indeks Dow Jones yang secara teknikal dinilai kritis.
Sebagian trader dan investor memilih menanggapi isu ini dengan kepala dingin. ”Meskipun bursa crash, namun jika pilihan sahamnya tepat, kita masih bisa dapat untung. Demikian pula sebaliknya,” ungkap salah seorang trader. Namun, tak sedikit pula yang cemas dan panik akan isu ini, sehingga berniat menarik semua portofolio yang dimiliki dan memilih untuk menggenggam dana tunai.
Menurut Analis Sinarmas Securities Jeff Tan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang masih akan terkoreksi dan tidak akan memecahkan rekor tertinggi lagi dalam waktu dekat. Hanya saja, ”Belum bisa dipastikan seberapa dalam koreksinya. Saya rasa bursa tidak sampai crash. Untuk saat ini, fundamental kita masih kuat,” jelasnya kepada KONTAN.
Dia menambahkan, koreksi bursa yang terjadi saat ini lebih disebabkan faktor eksternal. Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi global yang diramal melambat mulai pertengahan tahun ini. ”Kondisi itu terjadi seiring dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi China, krisis utang Eropa yang masih memburuk, tingkat pengangguran AS yang masih tinggi, serta harga perumahan yang mulai menunjukkan penurunan,” paparnya.
Hal senada diungkapkan oleh Jimmy Dimas Wahyu, pengamat pasar modal sekaligus wealth motivator. Menurutnya, belum terlihat tanda-tanda bursa saham Indonesia akan mengalami crash. Salah satu indikatornya, uang yang masuk ke surat utang negara justru semakin meningkat.
”Mungkin lebih tepat jika dikatakan ada switching dari pasar saham ke pasar uang. Hal ini dilakukan investor sambil mengamati pergerakan saham,” imbuhnya sambil tersenyum.
Sementara, koreksi yang terjadi pada pasar saham beberapa hari terakhir lebih disebabkan sentimen yang berasal dari luar negeri. Sebut saja data ekonomi AS yang kurang memuaskan seperti dari sektor perumahan dan data non farm payroll. ”Apalagi kemarin Ben S Bernanke mengeluarkan pernyataan yang bisa dikatakan kurang memuaskan market. Belum lagi masalah Eropa,” urainya panjang lebar.
Pilih profit taking atau wait and see?
Jeff lantas memberikan rekomendasi agar investor melakukan strategi profit taking saat ini. ”Saya merekomendasikan exit selain karena faktor eksternal juga karena valuasi sudah cukup tinggi,” jelas Jeff.
Sementara, Jimmy menghimbau agar investor jangan panik. ”Sebaiknya kita wait and see dulu. Manfaatkan koreksi untuk mengambil peluang. Bukannya koreksi berarti discount?” katanya. Selain itu, investor sebaiknya juga mencermati berita-berita eksternal, karena di Indonesia tidak ada masalah. ”Ketika berita eksternal yang keluar positif, itu saatnya bursa saham kita rebound,” jelas Jimmy.
Jeff memprediksi, hingga akhir bulan ini, indeks akan bergerak di kisaran 3.830-3.625. Sementara, Jimmy meramal pergerakan indeks berada di level 3.811-3.850. ”Saya pribadi masih melihat ada kemungkinan indeks akan bergerak menuju 3.900,” kata Jimmy optimistis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News