Reporter: Andy Dwijayanto, Eldo Christoffel Rafael | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pasar saham Asia Tenggara mulai berbalik arah ke zona hijau. Setelah Indonesia dan Thailand, pasar saham Malaysia, Singapura dan Filipina mulai mencetak pertumbuhan positif. Salah satu pemicu, dana asing mulai mengalir ke kawasan regional.
Sementara tingkat risiko investasi Indonesia yang tercermin pada credit default swap (CDS) Indonesia turun. Mengacu Bloomberg Jumat (18/3), CDS Indonesia bertenor lima tahun sebesar 185,11, terendah sejak Agustus 2015. Dana asing pun mulai mengalir ke regional.
Parningotan Julio Hutabarat, Kepala Riset Milenium Danatama Securities, mengatakan penguatan bursa regional merupakan imbas faktor eksternal. Perlambatan kenaikan suku bunga The Fed dan suku bunga negatif menyebabkan dana mengalir deras ke Asia. "Secara year to date, bursa Indonesia merupakan salah satu yang positif, selain Thailand," ujarnya kepada KONTAN, Minggu, (20/3).
Pemulihan harga komoditas juga menopang bursa Asia. "Pemulihan harga komoditas dan penundaan kenaikan bunga The Fed memicu dollar AS melemah. Bersama faktor lain, ini membuat bursa Asia bergairah," ujarnya.
Reza Priyambada, Kepala Riset NH Korindo Securities, mengatakan, investor asing tengah berpikir menempatkan investasi ke negara yang memberikan imbal hasil optimal. Dibandingkan negara maju, emerging market memberikan yield lebih tinggi.
Pasar Indonesia saat ini masih sangat menarik bagi investor asing, dengan memberikan imbal hasil yang menarik dan iklim perekonomian yang membaik. "Brasil menawarkan bunga 14%, tapi ekonomi tidak stabil," ujarnya.
Reza mengatakan, per Januari 2016, kepemilikan saham asing mencapai 55% dari total kapitalisasi pasar saham.Investor juga melakukan rebalancing portofolio, khususnya terhadap saham-saham tambang. Investor mengurangi bobot saham-saham tambang. Maklum, harga komoditas turut mengerek harga saham pertambangan. Indeks sektor tambang tercatat naik 11,75% sejak awal tahun.
Reza bilang, investor melepas ADRO, ITMG, PTBA, INCO dan MEDCO, beralih ke saham perbankan, properti, konstruksi, seperti HMSP, GGRM, BBRI, ASII, WIKA, ADHI, PTPP dan WSKT. Kebanyakan investor memindahkan portofolio ke saham yang berpeluang tumbuh. "Investor profit taking dulu karena lonjakan signifikan, dan masuk ke saham-saham lain yang menjanjikan pertumbuhan cukup baik," kata Reza.
Penurunan BI rate dan penguatan rupiah mendorong saham farmasi, perbankan, properti dan otomotif. "Farmasi yang diuntungkan adalah INAF, kalau perbankan BTPN, BMRI, BBRI, BBCA. Semester kedua, pergerakan saham properti akan bagus seperti BSDE, SMRA, APLN, ASRI dan di sektor otomotif masih ASII," kata Hans.
Tapi Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker, mewanti-wanti investor agar berhati-hati. Free float beberapa saham berkapitalisasi besar di bursa masih rendah dan pemangkasan net interest margin perbankan. Ia juga menyorot harga minyak yang kembali bergolak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News