Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sentimen negatif kondisi ekonomi China merembet ke pasar Asia. Pasar saham awal tahun yang biasanya gegap gempita justru menunjukkan kemuraman.
Prediksi pertumbuhan ekonomi China yang rendah, menyebabkan investor menjual saham. Walhasil, pasar saham China terhenti akibat mekanisme penghentian otomatis pada penurunan 7%.
Sekadar mengingatkan, Bank Dunia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi China tahun ini hanya akan mencapai 6,7% dan hanya 6,9% tahun lalu. Pada perdagangan awal tahun ini, pasar saham domestik tercatat berkinerja paling lumayan jika dibandingkan dengan bursa saham lain kawasan Asia.
Penurunan IHSG hanya 1,75%. Tapi, pasar domestik terhitung memiliki fluktuasi tinggi akibat pengaruh regional. Satrio Utomo Kepala Riset Universal Broker Indonesia mengatakan bahwa pasar global juga masih tertekan oleh kondisi Tiongkok.
Dirinya melihat, teknik perdagangan di bursa Tiongkok memang menjadi pemicu pelemahan di pasar global. Kondisi ini juga berdampak ke pasar domestik yang ikut terseret.
Satrio menilai, ini bukan masalah fundamental di pasar modal, sehingga dampaknya hanya sementara. Bahkan kondisi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pemodal lokal yang nyatanya masih mengambil posisi.
"Penyebabnya, cuma sebagian pemodal asing yang masih ada sisa-sisa posisi, itu yang dilepas," kata Satrio. Menurut Satrio, jangka pendek IHSG masih akan bergerak di 4.250-4.300.
Pengaruh pelemahan Tiongkok akan berdampak pada sektor komoditas dan perbankan. Kondisi ini akan membaik seiring konsolidasi ekonomi China.
Satrio memperkirakan, akhir tahun ini IHSG masih berpeluang naik dalam rentang 5.400-5.500. "Jangka pendek masih cukup berimbas, karena memang menjadi sentimen global. Namun perkiraan saya, enggak akan lama," kata dia.
Alpino Kianjaya, Direktur Perdagangan dan Partisipan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan, investor lokal sudah mengantisipasi efek pelemahan ekonomi China Dia sepakat bahwa pelemahan tidak akan berdampak panjang, ke depan, malah indeks bisa terus menguat.
"Pasar saham China dua kali kena outing 7% karena laporan purchasing index di bawah angka 50 yang berarti kontraksi," kata Alpino.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News