Reporter: Riska Rahman, Sandy Baskoro | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Pasar modal global bergerak dinamis, meski ekonomi dunia berjalan melambat. Satu indikasinya adalah, jumlah dan nilai initial public offering (IPO) di pasar global memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan.
Mengacu pada riset Ernst & Young Global Limited, sepanjang semester satu tahun ini, jumlah perusahaan yang menggelar IPO di seluruh dunia mencapai 772. Total dana yang dihimpun mencapai US$ 83,4 miliar. Angka ini tumbuh masing-masing 70% dan 90% dibanding dengan periode sama tahun lalu.
Pasar modal di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, memimpin pertumbuhan IPO global. Asia Pasifik menyumbang 471 emiten atau 61% dari jumlah IPO global. Sedang nilainya mencapai US$ 36,7 miliar, setara 44% total nilai IPO global.
Sejauh ini, pemimpin IPO di Asia Pasifik adalah bursa saham China. Hingga semester I 2017, bursa China telah mencatatkan 249 IPO senilai US$ 18,2 miliar. Jumlah perusahaan yang menggelar IPO di Negeri Tembok Raksasa melampaui pencapaian IPO di bursa saham Amerika Serikat (AS) yang sebanyak 80 emiten. Namun, nilai penawaran saham perdana di bursa saham Negeri Uwak Sam lebih, mencapai US$ 22 miliar.
Di Asia Pasifik, bursa India juga menonjol. Bahkan, pasar modal Bollywood bakal mencetak rekor perolehan dana IPO. Mengutip Bloomberg, Senin (21/8), pasar India tahun ini berpotensi meraih dana total 500 miliar rupee atau US$ 7,8 miliar. Satu pemicunya: maraknya perusahaan asuransi melangsungkan IPO.
Indonesia? Sejauh ini IPO bursa lokal tergolong pas banderol. Saat ini ada 14 IPO senilai US$ 200 juta. Catatan itu di bawah pencapaian bursa saham Malaysia dan Thailand.
Masih ada kesempatan bagi Indonesia meraih dana IPO yang besar. Dalam waktu dekat, GMF Aeroasia, anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), akan IPO US$ 300 juta. PT Amman Mineral Nusa Tenggara juga disebut-sebut akan masuk bursa dengan nilai fantastis pada tahun ini.
Nico Omer Jonckheere, Vice President Research & Analysis, Valbury Asia Futures, menilai, agar bisa memikat perusahaan masuk bursa saham, pemerintah perlu memberi insentif pajak. Meski begitu, Nico meragukan Indonesia bisa menyaingi bursa saham India. "Populasi India enam kali lipat Indonesia. Saya ragu pendanaan sebesar itu bisa kita raih," ujar dia.
Dia berharap otoritas bursa fokus mengajak perusahaan sumber daya alam untuk IPO. Sebab, perusahaan berbasis komoditas menjadi kekuatan utama ekonomi domestik.
Managing Director Investa Saran Mandiri Jhon Veter, menyatakan, pasar modal Indonesia lebih baik mendorong perusahaan skala menengah untuk menawarkan saham perdana ke publik. "Saat ini, ada 20 juta perusahaan berskala menengah di Indonesia. Kalau banyak yang IPO, pasar modal kita bisa meraih pendanaan besar," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News