kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Bursa AS masih diliputi kecemasan akan Pemilu AS


Selasa, 01 November 2016 / 06:17 WIB
Bursa AS masih diliputi kecemasan akan Pemilu AS


Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

NEW YORK. Bursa AS ditutup flat pada transaksi Senin (31/10) kemarin. Mengutip data CNBC, pada pukul 16.00 waktu New York, indeks Dow Jones Industrial Average turun 18,77 poin atau 0,1% menjadi 18.142,42. Saham Chevron memimpin kenaikan dan saham Nike mencatatkan penurunan terdalam.

Sementara, indeks S&P 500 berakhir flat di kisaran 2.126,15. Sektor utiliti memimpin kenaikan enam sektor. Sedangkan sektor energi mengalami penurunan terbesar.

Jumlah saham yang naik sama dengan jumlah saham yang turun di New York Stock Exchange. Volume transaksi perdagangan melibatkan 1,035 miliar saham dan volume transaksi gabungan mencapai 3,842 miliar saat penutupan.

Sejumlah sentimen turut mempengaruhi market. Salah satunya adalah  investigasi yang dilakukan FBI terhadap email Clinton. Faktor ini menyebabkan investor tetap waspada.

"Market sudah memprediksi kemenangan Hillary Clinton, namun kasus email ini kembali menghantam market," jelas Randy Frederick, vice president of trading and derivatives Charles Schwab.

Berdasarkan data RealClearPolitics, perbedaan suara hasil polling antara Clinton dengan pesaingnya Donald Trump semakin mengecil.

"Saya rasa kita memasuki periode yang penuh dengan ketidakpastian saat ini. Jika Clinton menang, banyak yang menduga dia akan mengundurkan diri. Namun, jika Trump yang menang, akan menimbulkan kecemasan yang baru. Saya rasa tidak ada situasi yang bagus dalam jangka pendek," papar Peter Cardillo, chief market economist First Standard Financial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×