Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Rencana Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) membentuk dan memiliki kliring sendiri ternyata membutuhkan dana besar. Sesuai ketentuan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapeppti), untuk membentuk lembaga kliring, BBJ membutuhkan modal disetor minimal Rp 20 miliar.
Selain modal disetor, BBJ juga membutuhkan dana tambahan untuk membenahi sistem teknologi informasinya (TI). Namun, menurut Direktur Utama BBJ Hasan Zein, sementara ini pihaknya masih akan menggunakan TI yang sudah ada. "Kliring ini bisa menggunakan sistem perdagangan yang sudah ada," katanya di Jakarta, kemarin.
Nah, demi mendapatkan dana modal Rp 20 miliar, nantinya BBJ berencana menjual saham lembaga kliring yang baru itu. Saham tersebut bakal ditawarkan kepada beberapa anggota bursa. Hasan bilang, Kliring Berjangka Indonesia (KBI) juga bisa membeli saham lembaga kliring bentukan BBJ tersebut.
Untuk memuluskan rencananya, saat ini BBJ sedang giat melakukan pembicaraan dengan sejumlah anggota bursa. Tujuannya tentu agar mereka bersedia menjadi pemegang saham. Hanya saja, Hasan mengungkapkan, pihaknya belum melakukan kesepakatan dengan para anggota tersebut. "Pembicaraan masih terus berlanjut," imbuhnya.
Jika lembaga kliring milik BBJ ini benar-benar lahir, mereka bisa menciptakan kerjasama dengan KBI. Namun, kliring yang baru tidak bisa memenuhi semua tugas yang telah dijalankan oleh KBI. Sebab, KBI memiliki peran yang agak berbeda. Misalnya, mengurus resi gudang, dan melakukan lelang. Sementara kliring bentukan BBJ hanya akan melakukan registrasi anggota bursa dan menyimpan dana nasabah.
Sebenarnya, pemerintah sudah sejak lama berencana melakukan privatisasi perusahaan kliring. Sehingga, peran dari kliring berjangka yang selama ini dilakukan oleh KBI menjadi berkurang. Karena, lembaga kliring milik BBJ bisa menjalankan sebagian aktivitas yang kini masih dilakukan oleh KBI.
Rencana BBJ untuk membuat lembaga kliring baru ini memang mendesak. Pasalnya, sejalan dengan akan lahirnya PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), BBJ butuh amunisi baru untuk bisa bersaing. Apalagi selama ini transaksi di BBJ semakin jarang terdengar. "Kami harus bisa bersaing dengan pelayanan terbaik dan tarif lebih murah," jelas Hasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News