Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BANTEN. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) ingin mencuil peluang dari program kemandirian energi yang dicanangkan pemerintah. Proyek kali ini berkaitan dengan pipa gas dan dikerjakan melalui anak usahanya, PT Bakrie Construction.
Yang terbaru, BNBR bersama PT Timas Suplindo mengerjakan dua "kaki jaket" wellhead platform untuk menunjang infrastruktur pendukung pengeboran dan eksplorasi gas bumi milik Husky-CNOOC Madura Ltd (HCML) di Blok Madura Straits. Nilai total proyek pendukung ini mencapai US$ 107 juta.
"Untuk fabrikasi, nilainya sekitar US$ 36 juta dan bagian fabrikasi itu kami yang mengerjakan," ungkap Direktur Utama Bakrie Construction Mas Wigrantoro, di sela-sela kegiatan pemotongan pertama konstruksi pipa tersebut, Selasa (9/8).
Nanti, proyek penyambungan pipa yang memiliki nilai setara Rp 468 miliar ini akan menyambungkan pipa sepanjang 28,1 kilometer (km) dan 14 jaringan pipa gas. Jaringan ini kemudian disambungkan ke floating production unit (FPU) milik HCML.
Timas Suplindo bertugas mengerjakan pengangkutan, pengiriman serta instalasi wellhead platform ke fasilitas FPU gas di anjungan lepas pantai Selat Madura yang berlokasi 200 km sebelah timur Surabaya. Proyek ini ditargetkan rampung awal tahun 2018.
"Proyek ini sekaligus membuktikan BNBR masih bergerak, meski sektor migas sedang lesu," ujar Direktur Utama BNBR Boby Gafur. Setelah proyek infrastruktur gas, kini giliran proyek pendukung power plant.
Dalam waktu dekat, Bakrie Construction mulai menggarap fasilitas penampungan batubara yang juga dikerjakan di lokasi workshop perseroan ini di Sumunraja, Banten. Fasilitas ini merupakan bagian dari proyek pembangkit listrik milik Mitsubishi Hitachi Power Systems LTD. (MHPS).
Sebelum diolah dan dibakar untuk menghasilkan uap yang menggerakkan turbin pembangkit, sebelumnya batubara ditampung sementara di fasilitas itu. "Nilai proyeknya tak kurang dari Rp 200 miliar, pekan depan kami kerjakan. Proyek ini semua kami yang kerjakan tanpa konsorsium," kata Wigrantoro.
Sejatinya, perseroan masih mengincar proyek konstruksi lain. Namun, manajemen masih merahasiakan detailnya, karena terikat perjanjian awal proyek. Diharapkan proyek-proyek ini mampu menjadikan kinerja BNBR lebih positif.
Per Juni 2016, bottom line BNBR masih negatif, tapi nilainya mulai mengecil, menjadi rugi bersih Rp 1,41 miliar dari sebelumnya Rp 378,17 miliar. Defisiensi modal yang selama ini menjadi isu utama fundamental BNBR juga mulai berkurang, menjadi Rp 2,99 triliun, dari semula Rp 3,93 triliun.
Penurunan ini muncul setelah BNBR menerbitkan Obligasi Wajib Konversi (OWK) Rp 990 miliar beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News