Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Likuiditas PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dipastikan seret di akhir 2012. Pasalnya BNBR masih belum bisa menagih piutang. Salah satu tagihan tersebut milik Mount Charlotte Holdings Ltd. Dalam penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen BNBR menyatakan belum berhasil menagih seluruh tagihan piutang.
Padahal, BNBR sudah menetapkan 31 Desember 2012 sebagai batas waktu Mount Charlotte melunasi seluruh utangnya. R.A. Sri Dharmayanti, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BNBR mengklaim, perusahaan baru menerima sebagian dari tagihan piutang itu di akhir 2012.
Tapi, BNBR tak menjelaskan jumlah tagihan piutang yang sudah diperoleh dari Mount Charlotte. "Pada saat ini juga Perseroan sedang melakukan finalisasi atas sisa settlement dari transaksi," kilah Sri, Kamis (17/1).
Ketidakjelasan status piutang Mount Charlotte muncul sejak transaksi dilakukan 31 Desember 2011. BNBR menjual 4,3 miliar saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) kepada Mount Charlotte Rp 340. Total nilai transaksi jual-beli saham BTEL Rp 1,46 triliun.
Valuasi saham BTEL pada transaksi itu termasuk premium. Pasalnya, harga rata-rata saham BTEL jelang transaksi Rp 260 per saham. Per 30 September 2012, pos piutang BNBR dari Mount Charlotte terisi penuh Rp 1,46 triliun.
Kegagalan BNBR menagih piutang Mount Charlotte memantik spekulasi negatif bahwa ini adalah transaksi afiliasi. Manajemen BNBR selalu membantah dugaan hubungan afiliasi dengan Mount Charlotte. Manajemen menyatakan penyebabnya adalah harga BTEL yang terus menurun.
Saat ini, harga BTEL Rp 50 per saham. "Kami tengah berupaya untuk merampungkan negosiasi dengan pihak pembeli agar transaksi ini bisa dituntaskan segera," jelas Sri.
BNBR mengaku, kegagalan menagih piutang bisa menganggu likuiditas. Terlebih, BNBR juga belum berhasil menagih piutang dari Piper Price Company Ltd (PPC) senilai Rp 1,08 triliun.
Seharusnya, BNBR sudah mendapatkan seluruh pembayaran piutang dari PPC pada 30 September 2012. Itu adalah sisa piutang hasil penjualan saham empat anak usaha BNBR kepada PPC pada 30 Desember 2010.
BNBR awalnya menetapkan 30 Juni 2011 sebagai tenggat waktu pembayaran PPC. Namun saat itu, PPC baru membayar Rp 1,25 triliun. BNBR kembali memberi perpanjangan waktu pembayaran PPC hingga 30 September 2012. BNBR juga telah mengenakan denda keterlambatan kepada PPC atas saldo piutang sejak 1 Juli 2012.
Masalahnya, hingga 30 September 2012, BNBR baru mendapat pembayaran piutang dan denda sebesar Rp 2,2 triliun. Padahal BNBR berharap, dana penarikan piutang tersebut bisa mengurangi beban utang.
Per 30 September 2012, BNBR menanggung pinjaman jangka pendek senilai Rp 4,13 triliun. Targetnya, BNBR ingin mengurangi utang Rp 1 triliun di tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News