Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) terus memperkuat lini bisnis bioskopnya di Indonesia. Bertambahnya populasi generasi muda dan makin bertambahnya kelas menengah akan menjadi pendorong bisnis bioskop.
BLTZ melebarkan bisnis ke seluruh Indonesia melalui pembangunan bioskop-bioskop baru. Tahun 2015, BLTZ membangun tujuh bioskop baru. Tahun lalu, emiten ini menambah 8 bioskop baru.
Direktur Utama BLTZ Bernard Kent Sondakh mengatakan, pihaknya menargetkan tambahan 12 bioskop baru tahun ini. Bioskop-bioskop ini berlokasi di Bandung, Tegal, Malang, Pekanbaru dan beberapa kota-kota kecil di Indonesia. "Untuk tahun depan, yang sudah pasti akan membangun 18 bioskop baru, tapi masih kami usahakan untuk bisa bertambah," ujar Bernard pada KONTAN, Kamis (21/4). Lokasi yang diincar antara lain Surabaya, Gresik, Palu, Palembang, Makasar dan Solo.
Bernard mengatakan, setiap bioskop BLTZ membutuhkan biaya investasi Rp 20 miliar sampai Rp 40 miliar. Biaya investasi tergantung lokasi bioskop. Bila membangun bioskop di kota besar dengan posisi strategis, tentu investasi akan semakin mahal. Selain itu biaya investasi juga tergantung dari jumlah layar per bioskop. "Rata-rata 4-6 layar," kata dia.
Jika tahun ini BLTZ membangun 12 bioskop baru, maka biaya investasi yang akan dikeluarkan akan mencapai sekitar Rp 240 miliarRp 480 miliar. BLTZ akan menutup kebutuhan dana ekspansi bioskop dari kas internal. BLTZ masih memiliki dana hasil rights issue 2016 lalu. Tahun lalu, BLTZ mengantongi dana Rp 650 juta hasil dari penjualan 99,3 juta saham.
BLTZ bekerja sama dengan perusahaan pengelola ritel milik taipan Chairul Tanjung, yaitu PT Trans Retail Indonesia atau Transmart, untuk lokasi bioskop. Hingga saat ini BLTZ menyewa lokasi dengan jangka waktu 15 tahun di delapan Transmart untuk membuka bioskop. "Ke depan akan terus bertambah, seiring dengan pembangunan Transmart," kata Bernard.
Sampai 2016 lalu, BLTZ memiliki 27 bioskop dengan 185 layar di seluruh Indonesia. Untuk meningkatkan daya saing dengan pemain lain, BLTZ melengkapi bioskop-bioskop baru dengan fasilitas-fasilitas dengan teknologi paling mutakhir.
BLTZ memiliki beberapa auditorium spesial, seperti layar lengkung (Sphere X), 4DX, Sweet Box, Velvet, Gold Class, dan auditorium reguler. Ini untuk mengakomodir minat dan preferensi penonton, supaya bisa menjangkau penonton dari segala segmen.
BLTZ juga memperkuat hubungan dengan distributor film Hollywood. Selain itu, Graha Layar Prima terus menawarkan beragam konten, mulai dari film-film lokal hingga berbagai jenis konten alternatif lain.
Untuk meningkatkan pengunjung bioskop, BLTZ mempermudah pelayanan pemesanan tiket menonton, misalnya layanan self-ticketing machine yang terpasang di seluruh bioskop Blitz. Pelanggan juga dapat memperoleh tiket menonton dengan layanan online booking.
BLTZ melengkapi bisnis bioskop dengan bisnis penjualan makanan dan minuman. BLTZ juga menyediakan jasa rekreasi dan hiburan berupa permainan-permainan.
Tahun 2016, BLTZ membukukan kenaikan pendapatan 43,9% menjadi Rp 574,97 miliar dibanding tahun sebelumnya Rp 399,3 miliar. Kenaikan pendapatan ditunjang oleh kenaikan pendapatan bioskop 53,2% menjadi Rp 377,8 miliar, kenaikan pendapatan makanan minuman sebesar 51,6% menjadi Rp 133,9 miliar. Sedangkan pendapatan acara dan iklan turun 2,3% menjadi 59,8 miliar.
Tapi, BLTZ masih membukukan rugi bersih Rp 15 miliar. Kerugian ini menurun ketimbang tahun sebelumnya Rp 36 miliar. "Dengan jumlah bioskop yang terus bertambah, pendapatan pastinya akan terus naik. Namun, kami tidak bisa memprediksi sebab tergantung film yang ditayangkan," ungkap Bernard.
Akhir 2016, CJ CGV Co Ltd resmi mengakuisisi total 51% saham BLTZ secara langsung dan tidak langsung. Perusahaan asal Korea Selatan ini membeli 222,85 juta saham secara bertahap sejak 2014 hingga tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News