kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.409.000   5.000   0,21%
  • USD/IDR 16.701   1,00   0,01%
  • IDX 8.691   -19,36   -0,22%
  • KOMPAS100 1.188   -5,36   -0,45%
  • LQ45 852   -3,11   -0,36%
  • ISSI 310   -0,70   -0,23%
  • IDX30 440   -2,40   -0,54%
  • IDXHIDIV20 510   -3,58   -0,70%
  • IDX80 133   -0,56   -0,42%
  • IDXV30 140   -1,27   -0,90%
  • IDXQ30 140   -0,99   -0,70%

Bitcoin Kembali di Area US$90.000 Selasa (9/12) Pagi, Pelaku Pasar Tunggu Sinyal Fed


Selasa, 09 Desember 2025 / 09:15 WIB
Bitcoin Kembali di Area US$90.000 Selasa (9/12) Pagi, Pelaku Pasar Tunggu Sinyal Fed
ILUSTRASI. Harga Bitcoin. IMAGO/Andreas Franke


Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Bitcoin kembali menarik minat beli, namun sejumlah indikator menunjukkan bahwa trader profesional masih ragu reli harga bisa berlanjut menembus level US$92.000.

Penolakan harga di area resistance jangka pendek ini dipengaruhi oleh ketidakpastian makroekonomi, likuidasi posisi, dan aliran masuk ETF spot yang stagnan.

Pertanyaannya, apakah sinyal ekonomi AS yang lebih jelas bisa mendongkrak volume perdagangan BTC?

Baca Juga: Saham Abadi Lestari Indonesia (RLCO) Sentuh ARA Usai IPO, Begini Prospeknya ke Depan

Mengutip data Coinmarketcap pukul 09.07 WIB Selasa (9/12/2025), Bitcoin BTC dikisaran US$90.215 atau uturun 0,73% dalam 24 jam terakhir, setelah gagal menembus area US$92.250 pada Senin (8/12/2025).

Pelemahan ini terjadi seiring pembalikan arah pasar saham AS di tengah ketidakpastian kondisi pasar tenaga kerja serta meningkatnya kekhawatiran terhadap valuasi sektor kecerdasan buatan (AI) yang dinilai mulai terlalu tinggi.

Kini pelaku pasar menunggu keputusan kebijakan moneter The Fed pada Rabu (10/12/2025), namun peluang pemulihan cepat menuju level psikologis $100.000 sangat bergantung pada persepsi risiko pasar.

Baca Juga: IHSG Menguat pada Perdagangan Selasa (9/12) Pagi, EXCL, GOTO, BUMI Top Gainers LQ45

Minimnya dorongan leverage mencerminkan lemahnya sentimen

Melansir Cointelegraph, selama dua pekan terakhir, premi kontrak berjangka bulanan Bitcoin terhadap harga spot (basis rate) terus berada di bawah ambang netral 5%.

Lemahnya permintaan leverage bullish ini sejalan dengan penurunan harga Bitcoin sebesar 28% sejak menyentuh rekor tertinggi pada Oktober.

Selain itu, kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi global ikut membebani sentimen pasar kripto.

Data resmi pemerintah AS terkait ketenagakerjaan dan inflasi masih tertunda akibat penutupan pendanaan pemerintah selama 43 hari yang baru berakhir pada November lalu.

Minimnya data membuat pelaku pasar kesulitan membaca kondisi ekonomi. Konsensus pemangkasan suku bunga 0,25% pada Desember pun belum cukup memunculkan optimisme, apalagi setelah laporan tenaga kerja swasta menunjukkan adanya 71.321 PHK pada November.

Tekanan tambahan datang dari sektor properti AS. Data Redfin mencatat 15% kesepakatan pembelian rumah dibatalkan pada Oktober akibat tingginya biaya perumahan dan meningkatnya ketidakpastian ekonomi.

CNBC juga melaporkan lonjakan delisting sebesar 38% dibanding Oktober 2024, sementara median harga rumah turun 0,4% secara tahunan pada November.

Baca Juga: Rupiah Dibuka Stabil di Rp 16.696 Per Dolar AS di Pagi Ini, Peso Paling Lemah di Asia

Bitcoin tertinggal dibanding pasar saham: sinyal risk-off menguat

Penurunan Bitcoin menuju US$90.000 semakin tajam setelah terjadi likuidasi paksa senilai $92 juta pada posisi futures BTC yang bertaruh harga naik.

Namun menariknya, indeks S&P 500 masih bertahan hanya 1,2% di bawah rekor tertingginya di 6.920, menunjukkan bahwa pasar saham lebih resilient dibanding kripto.

Di pasar opsi, whale dan market maker meminta premi 13% untuk menjual opsi put Bitcoin di Deribit. Biaya proteksi harga turun yang tinggi ini umum terjadi saat pasar sedang bearish.

Meski begitu, penolakan harga di US$92.000 tidak banyak mengubah posisi trader, sehingga area US$90.000 masih dianggap sebagai support kuat.

Situasi risk-off juga terlihat di pasar kripto China, di mana stablecoin diperdagangkan di bawah nilai tukarnya terhadap yuan.

Dalam kondisi normal, USDT biasanya diperdagangkan dengan premi 0,2%–1% untuk menutupi biaya lintas batas dan regulasi.

Diskon justru menandakan meningkatnya keinginan keluar dari pasar kripto, pola yang sering muncul pada fase bearish.

Baca Juga: Superbank (SUPA) Patok Harga IPO Rp 635, Potensi Raup Rp 2,79 Triliun

Aliran ETF BTC flat: reli menuju US$100.000 butuh pemicu baru

Kurangnya arus masuk ke ETF Bitcoin spot AS dalam beberapa pekan terakhir turut menekan eksposur bullish pelaku pasar.

Karena itu, peluang Bitcoin menembus US$100.000 dalam waktu dekat akan sangat bergantung pada kejelasan kondisi pasar tenaga kerja dan sektor properti AS.

Dengan kata lain, satu keputusan The Fed saja tidak cukup. Pasar membutuhkan data ekonomi yang lebih solid sebelum volume dan momentum Bitcoin bisa benar-benar pulih.

Selanjutnya: Prinsip Investasi Warren Buffett yang Bisa Diterapkan Investor Pemula

Menarik Dibaca: IHSG Berpotensi Terkoreksi, Berikut Rekomendasi Saham BNI Sekuritas Selasa (9/12)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×