Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Rencana pemerintah menerapkan kebijakan open access mengancam kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) di masa depan. Maklum, kebijakan itu bakal membuat BUMN ini kehilangan keistimewaan dalam monopoli distribusi dan transmisi gas di Indonesia.
Nantinya, PGAS memang bisa memperoleh pendapatan dari penyewaan pipa transmisi gas. Namun, PGAS juga membutuhkan waktu lama untuk membangun infrastruktur transmisi yang memadai.
Open access sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009. Peraturan itu menyebutkan, badan usaha wajib memakai pipa transmisi dan distribusi yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan secara bersama (open access), termasuk pipa yang dimiliki oleh PGAS. Hanya saja, hingga saat ini Kementerian ESDM belum memberlakukan kebijakan itu.
Wilim Hadiwijaya, analis Ciptadana Securities dalam risetnya 6 November 2013 menyebutkan, perlu dipertimbangkan sejumlah hal, seperti kondisi infrastruktur, persoalan teknis, ekonomi dan operasional sebelum menerapkan kebijakan open access. "Kebijakan open access dapat menjadi ancaman potensial bagi PGAS," tulis Wilim.
Analis Panin Sekuritas, Fajar Indra bilang, kebijakan open access memang memberi peluang bagi PGAS memperluas bisnis di bidang transmisi gas. Maklum, selama ini, pendistribusian gas lewat pipa, baru dilakukan di Jawa dan Sumatera. Sedangkan di Kalimantan dan Sulawesi belum terjamah, padahal kebutuhan gas di sana semakin besar.
Menurut Andrew Argado, analis KDB Daewoo Securities, sumber utama pendapatan PGAS adalah dari bisnis distribusi dan juga transmisi gas. Kontribusi pendapatan dari distribusi gas masih 80%. Jika open access berlaku, maka pemilik sumur gas dan trader bisa menjual gas langsung ke konsumen dengan menyalurkan melalui pipa transmisi milik PGAS.
Nah, ini menimbulkan persaingan baru dan pendapatan PGAS berkurang. Namun, dia belum bisa menghitung penurunan pendapatan PGAS.
Kata Andrew, PGAS bisa menyiasati dengan menaikan biaya sewa pipa transmisi. Tujuannya agar pendapatan dari transmisi bisa terdongkrak. Tapi, PGAS harus benar-benar menghitung besaran kenaikan biaya agar harga gas tetap ekonomis. Sebab, tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan open access agar harga gas lebih murah.
Toh, prospek bisnis PGAS masih tetap menarik. Apalagi, perusahaan ini juga rajin mengakuisisi blok gas. Melalui anak usaha yakni, PT Saka Energi Indonesia, misalnya, PGAS sudah mengambil alih 25% saham Blok Ujung Pangkah pada tengah tahun ini.
Menurut Fajar, akuisisi ini memberi dampak positif bagi PGAS, meski kontribusi terhadap total pendapatan PGAS masih kecil yakni di bawah 5%. Dalam laporan keuangan kuartal III 2013, Blok Pangkah memberikan kontribusi pendapatan sebesar US$ 17 juta bagi PGAS.
Willim merekomendasikan, buy saham PGAS dengan target harga Rp 6.350. Harga itu mencerminkan price earning ratio (PER) 14,3 kali. Sedangkan, Andrew merekomendasikan, hold saham PGAS dengan target harga Rp 6.850.
Fajar juga menyarankan, hold dengan target harga Rp 5.200. Harga PGAS turun 0,99% ke Rp 5.000, kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News