kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis penerbangan tertekan, AirAsia Indonesia (CMPP) rugi Rp 1,7 triliun


Senin, 09 November 2020 / 08:18 WIB
Bisnis penerbangan tertekan, AirAsia Indonesia (CMPP) rugi Rp 1,7 triliun
ILUSTRASI. Pendapatan AirAsia Indonesia merosot 71% menjadi Rp 1,40 triliun pada sembilan bulan pertama tahun ini.


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) terhantam dampak corona. Tak cuma mencatat penurunan pendapatan dan lonjakan kerugian, AirAsia Indonesia juga memiliki lonjakan kewajiban di akhir September 2020.

AirAsia Indonesia mencatat pendapatan Rp 1,40 triliun pada sembilan bulan pertama tahun ini. Pendapatan tersebut merosot 71% dari Rp 4,83 triliun pada periode Januari-September 2019.

Penurunan terjadi pada seluruh segmen pendapatan CMPP. Tapi penurunan terutama terjadi pada pendapatan penumpang pada penerbangan berjadwal yang memiliki kontribusi terbesar pada pendapatan AirAsia. Pendapatan penumpang pada penerbangan berjadwal CMPP merosot 71,53% menjadi Rp 1,14 triliun dari sebelumnya Rp 3,99 triliun.

Pendapatan bagasi dan kargo pada penerbangan berjadwal turun masing-masing 75,65% dan 19,92% menjadi Rp 129,40 miliar dan Rp 43,06 miliar. Memang, sepinya penerbangan turut mengurangi biaya bahan bakar dan beban sewa pesawat AirAsia. 

Baca Juga: AirAsia Indonesia (CMPP) berpotensi dihapus dari pencatatan saham papan BEI

Mayoritas pos beban usaha AirAsia pun turun tajam. Kenaikan beban hanya terjadi pada pos penyusutan, asuransi serta beban operasi lain yang termasuk rugi selisih kurs. Tapi, penurunan beban usaha AirAsia pada sembilan bulan pertama tahun ini hanya 27,31% menjadi Rp 3,46 triliun. Alhasil, perusahaan penerbangan ini mencatat rugi usaha Rp 2,06 triliun, berbalik dari laba usaha Rp 64,33 miliar di periode yang sama tahun lalu.

Hingga akhir September, AirAsia mencatat kerugian bersih Rp 1,71 triliun. Kerugian ini berbalik dari periode yang sama tahun lalu dengan laba Rp 422,05 juta.

Kerugian bersih yang lebih kecil daripada rugi usaha ini merupakan dampak adanya manfaat pajak penghasilan sebesar Rp 543,68 miliar.

Kerugian hingga akhir September ini menyebabkan AirAsia mencatat defisiensi modal bersih Rp 1,98 triliun dari total ekuitas Rp 202,13 miliar di akhir tahun 2019. Sementara liabilitas AirAsia melonjak 3,6 kali lipat sejak awal tahun menjadi Rp 8,67 triliun.

Baca Juga: Sudah jatuh tertimpa tangga, ini rekomendasi saham Garuda (GIAA)

Kewajiban AirAsia yang membengkak ini disebabkan lonjakan kewajiban sewa pembiayaan jangka pendek dan panjang menjadi total Rp 4,87 triliun dari sebelumnya hanya Rp 172 miliar. Utang usaha pihak ketiga jangka pendek AirAsia juga naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 1,02 triliun. Sedangkan utang lain-lain pihak berelasi melonjak menjadi Rp 1,05 triliun dari sebelumnya hanya Rp 94,18 miliar.

"Kenaikan total liabilitas itu terutama karena peningkatan sewa pembiayaan operasi pesawat yang dikapitalisasi di tahun 2020 atas penerapan PSAK 73 dan peningkatan utang kepada pihak ketiga sebagai bagian dari upaya manajemen dalam rangka melakukan efisiensi arus kas," ungkap Indah Permatasari Saudi, Head of Corporate Secretary AirAsia Indonesia dalam penjelasan ke Bursa Efek Indonesia, Minggu (8/11).

Total aset AirAsia Indonesia naik 156% menjadi Rp 6,69 triliun pada akhir September 2020. Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan pada aset tetap atas penerapan PSAK 73 dan aset pajak tangguhan atas rugi tahun berjalan 2020.

Baca Juga: Ada Subsidi Airport Tax, Garuda (GIAA) dan AirAsia (CMPP) Berharap Penumpang Naik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×