Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Bisnis otomotif menghadapi sejumlah tekanan di tahun ini. Emiten di sektor otomotif seperti PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS) pun mencatatkan penurunan kinerja.
Hingga kuartal III-2013, laba bersih IMAS turun 9,44% year on year (yoy) menjadi Rp 568,47 miliar. Padahal, pendapatan bersih IMAS masih naik 6,32% yoy menjadi Rp 15,65 triliun.
Analis BNI Securities, Thendra Chrisnanda memandang, industri otomotif memang mengalami berbagai tekanan, seperti kenaikan bunga kredit dan pengetatan uang muka kredit pembelian kendaraan bermotor.
Tekanan kian berat karena kurs rupiah melemah. Padahal, bahan baku otomotif masih mengandalkan impor. Alhasil, produsen mobil ada yang terpaksa menaikan harga jual produk. "Padahal demand otomotif belum pulih," terang Thendra.
Strategi IMAS yang memberikan diskon besar-besaran atas produk bertajuk Nissan Grand Livina, menjadi salah satu strategi untuk mendongkrak penjualan. Namun, Thendra menilai, strategi IMAS ini belum terlihat hasilnya.
Leonardo Henry Gavaza, analis Bahana Securities dalam risetnya, 1 November 2013 menuliskan, laba bersih IMAS hingga kuartal III mencerminkan 69% dari target setahun. Khusus periode Juli-September 2013, laba bersih IMAS sebesar Rp 198 miliar memang turun 13% dari kuartal II-2013. Namun, dari periode sama tahun 2012, angka tersebut naik 102%.
Pencapaian itu lebih rendah 20% dari ekspektasi analis. "Hal ini terjadi karena penurunan kontribusi penjualan Nissan dan alat berat di kuartal tiga," ungkap Leonardo.
Dalam jangka panjang, menurut Leonardo, bisnis otomotif IMAS memiliki prospek untuk tumbuh, produk mobil murah ramah lingkungan merek Datsun Go dirilis tahun depan. Penjualan mobil murah akan memicu peningkatan pangsa pasar IMAS.
Analis AM Capital, Akhmad Nurcahyadi menambahkan, kinerja IMAS dipengaruhi juga oleh kenaikan upah buruh yang tinggi pada tahun 2013. Namun, dia optimistis, bisnis otomotif IMAS masih terus tumbuh di masa depan.
Thendra menilai, bisnis otomotif tahun depan akan menghadapi berbagai tantangan dari kebijakan pemerintah seperti rencana kebijakan electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar di DKI Jakarta untuk mengurai kemacetan. Tekanan lain, juga datang dari rencana pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Thendra merekomendasikan hold saham IMAS dengan target harga Rp 5.700 per saham. Harga ini mencerminkan rasio harga terhadap laba bersih per saham (PER) 18,99 kali, PER IMAS lebih tinggi dibanding rata-rata PER industrinya sebesar 16.08 kali.
Leonardo juga merekomendasikan hold saham IMAS dengan target Rp 5.300. Pun Akhmad menyarankan hold tapi tanpa memberi target harga IMAS. Kemarin, harga IMAS turun 0,98% ke Rp 5.050 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News