Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Adopsi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) digadang-gadang menjadi salah satu pendorong kuat kinerja emiten nikel. Namun sejauh ini PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) belum bisa merasakan dampaknya tahun ini.
Padahal INCO telah berupaya menerapkan model bisnis nikel terintegrasinya yang berfokus pada penambangan, pemrosesan, dan pengembangan hilir. Untuk mendukung supplychain EV, perseroan mengembangkan pabrik pemrosesan Sorowako, yang akan memproduksi nikel matte dengan kandungan sekitar 78% nikel. Kemudian produknya dijual melalui kontrak jangka panjang ke Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining.
INCO memang memiliki sejumlah konsesi nikel besar di Indonesia yang secara khusus tersebar di pulau Sulawesi, dengan hak penambangan mencakup 118.017 hektar dan total sumber daya terukur dan terindikasi melebihi 745 juta ton metrik basah.
Untuk memperluas bisnis di luar nikel matte, INCO turut menginvestasikan US$ 9 miliar dalam rencana pengembangan bertahap yang mencakup tiga proyek High-Pressure Acid Leach (HPAL) besar di Bahodopi, Pomalaa, dan Sorowako, serta bekerja sama dengan mitra global seperti Huayou, GEM, dan Ford.
Baca Juga: Komisaris Vale Indonesia (INCO) Ini Mengundurkan Diri
Analis Ajaib Sekuritas Asia Rizal Rafly menyebut, proyek-proyek tersebut memungkinkan INCO memproduksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) berkualitas baterai yang didorong untuk segmen EV.
“Target produksi gabungan sebesar 240 ktpa pada 2027,” sebut Rizal dalam riset 28 Mei 2025.
Namun, Rizal bilang adopsi EV sendiri cenderung lambat. Alhasil, Rizal tak turut mengalkulasikan proyek yang berkaitan dengan EV sebagai pendorong kinerja INCO tahun ini. Prospek segmen ini cenderung lemah, meski ada potensi pertumbuhan jangka panjang.
Sejalan, Equity Research Analyst BNI Sekuritas Indrawan Sitorus bilang operasional INCO yang berkaitan dengan EV memang masih dalam tahap konstruksi. Jadi, itu tidak akan berdampak pada margin laba tahun 2025.
“Dampak untuk 2025 hanya berkaitan dengan cashflow perusahaan, dikarenakan perusahaan masih akan mengeluarkan high capex sepanjang 2025 untuk mendanai proyek-proyek ini,” kata Indrawan kepada Kontan, Selasa (10/6).
Baca Juga: Vale (INCO) Gandeng Perusahaan Ini untuk Jasa Pertambangan di Blok Bahodopi 1
Namun begitu, Indrawan menilai perseroan telah berhasil menjalankan operasional yang efisien. Itu tercermin pada kinerja kuartal I-2025 perseroan, di mana pendapatan turun 10,18% secara tahunan (yoy) ke level US$ 206,53 juta tetapi laba bersihnya berhasil tumbuh 252% secara yoy ke level US$ 21,80 juta.
Meski, Rizal menyebut pertumbuhan laba yang signifikan juga banyak didorong oleh penjualan bijih nikel yang perdana dijalankan INCO dalam periode ini.
Namun Rizal juga sepakat efisiensi biaya yang akan makin baik melalui strategi pengadaan bakal menjaga kinerja keuangan INCO sepanjang 2025. Secara keseluruhan, ia merekomendasikan buy untuk saham INCO, dengan target harga akhir tahun di level Rp 4.000 per saham.
Pun, Indrawan menyebut ke depannya INCO masih akan bertumbuh dengan solid. Makanya, ia juga merekomendasikan buy untuk saham INCO, dengan target harga akhir tahun di level Rp 4.400 per saham.
Selanjutnya: Penerbitan Obligasi Korporasi Mulai Marak, Begini Prospeknya
Menarik Dibaca: Incar Dividen dari Big Caps? Kesempatan Beli PGEO, MEDC dan UNVR sampai 13 Juni 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News