Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan biaya provisi membebani kinerja PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN, anggota indeks Kompas100) di sepanjang tahun lalu. Analis memproyeksikan kinerja BBTN di tahun ini masih akan tertekan.
Di sepanjang tahun lalu, tercatat laba bersih BBTN turun 7,3% menjadi Rp 2,8 triliun. Perolehan tersebut berada di bawah ekspektasi para analis.
Suria Dharma, analis Samuel Sekuritas Indonesia menganalisis penurunan laba bersih BBTN terjadi karena biaya provisi di kuartal IV 2018 naik 88,8% secara kuartalan menjadi Rp 847,7 miliar atau hampir menyamai total provisi di sembilan bulan pertama di tahun lalu yang sebesar Rp 866,7 miliar.
Lebih lanjut, Suria mengatakan, penyebab biaya provisi naik adalah naiknya coverage ratio atau rasio pencadangan. Dalam riset 4 April 2019, Suria menjelaskan, BBTN telah mengantisipasi penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 di tahun 2020 dengan cara menaikkan coverage ratio cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) terhadap non performing loan (NPL) secara bertahap.
Suria mencatat, di tahun 2018 coverage ratio BBTN naik 468 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 49,2% dari tahun sebelumnya sebesar 44,55%. BBTN memproyeksikan peningkatan coverage ratio bisa menjadi sekitar 76% di akhir tahun ini.
"Proyeksi kami menunjukkan, peningkatan coverage ratio tersebut akan meningkatkan biaya provisi sebesar 105,2% yoy di akhir tahun ini atau menjadi Rp 3,5 triliun," kata Suria. Naiknya biaya provisi membuat Suria memproyeksikan laba bersih BBTN di tahun ini masih akan turun sekitar 20,4% menjadi sekitar Rp 2,23 triliun.
Namun, Suria memproyeksikan, net interest income BBTN akan tetap tumbuh stabil di tahun ini. Ia memperkirakan kredit BBTN masih dapat tumbuh 18% secara tahunan di tahun ini. Sedangkan, dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan tumbuh 16% secara tahunan.
Dengan begitu, Suria memproyeksikan, rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) BBTN masih akan tumbuh 178 bps menjadi 105,2% di tahun ini. Net interest income pun juga masih bisa tumbuh 18,4% yoy di tahun ini.
Sementara, Direktur Indosurya Bersinar Sekuritas, William Surya Wijaya berpendapat, kinerja BBTN di tahun lalu lesu karena sektor properti yang BBTN banyak mengalirkan kredit juga sedang lesu. "Industri properti sedang melambat, jadi ada pengaruh kinerja BBTN ikut menurun," kata William, Kamis (11/4). Terang saja, segmen kredit BBTN sebesar lebih dari 90% terdiri dari KPR.
William memperkirakan sektor properti di tahun ini masih akan melambat. Dus, ia memproyeksikan kinerja BBTN di tahun ini cenderung stagnan. William cenderung merekomendasikan hold untuk saham BBTN. "Tahan dulu, BBTN yang pembiayaan sebagian besar ke properti lebih ke jangka panjang," kata William.
Namun, William berpendapat, BBTN tentu akan berusaha menggenjot kinerja dengan menyalurkan permbiayaan ke sektor konstruksi dan infrastruktur yang berpotensi tumbuh di tahun ini.
Sementara, Suria mencatat, NPL BBTN diseluruh segmen membaik kecuali sektor konstruksi yang naik 391 bps secara tahunan menjadi 7,05% karena penyesuaian terhadap PSAK 71.
Stephan Hasjim, analis Indo Premier Sekuritas menambahkan, NPL BBTN syariah memburuk karena terkait pada pembiayaan konstruksi. "Kami meningkatkan asumsi biaya kredit BBTN menjadi 75 bps untuk dua tahun ke depan," tulis Stephan dalam riset 1 April 2019. Stephan merekomendasikan hold saham BBTN dengan target harga Rp 2.600 per saham.
Sementara, Suria memproyeksikan net interest income BBTN di tahun ini masih bisa tumbuh menjadi Rp 11,95 triliun. Suria merekomendasikan buy saham BBTN dengan target harga Rp 2.850 per saham.
Sementara, Alvin Baramuli Analis RHB merekomendasikan neutral saham BBTN dengan target harga Rp 2.700 per saham. Kamis (11/4), harga saham BBTN turun 2,49% menjadi Rp 2.350 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News