kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Biaya emiten berbasis baja bisa meningkat


Rabu, 01 Agustus 2018 / 07:26 WIB
Biaya emiten berbasis baja bisa meningkat
ILUSTRASI. Suasana Pabrik Krakatau Steel


Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok berbagai upaya untuk menahan potensi limpahan impor ke dalam negeri akibat perang dagang. Salah satu caranya lewat hambatan non tarif atau non tariff barriers.

Jadi, pemerintah akan menerapkan hambatan berupa persyaratan teknis yang harus dipenuhi produk sebelum masuk Indonesia. Hal ini akan berimbas pada impor bahan-bahan industri, termasuk baja dan logam.

Apakah kebijakan ini akan berimbas pada biaya produksi emiten baja? Direktur Pemasaran Krakatau Steel (KRAS) KRAS Purwono Widodo mengatakan non tariff barriers untuk mengurangi impor justru menjadi sentimen positif bagi KRAS. "Ini akan sangat membantu KRAS karena bisa mengurangi impor baja yang terindikasi merusak harga, seperti baja paduan dari China," kata dia, kemarin (31/7).

Menurut Purwono, selama ini ada peningkatan impor baja harga murah, sehingga merusak harga di pasar domestik. Dengan kebijakan ini, volume impor baja asal China untuk dijual di pasar domestik akan berkurang. Jika impor baja paduan yang murah berkurang, KRAS dapat memaksimalkan penggunaan produksi baja dalam negeri. Jika masih kurang, impor bisa dilakukan secara fair, sehingga tidak merusak harga di pasar domestik.

Direktur PT Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO) Rubianto menyebut, non tariff barriers tak mempengaruhi kinerja secara langsung. Sebab, produsen kemasan berbahan metal ini tak menggunakan produk impor, melainkan dari Krakatau Steel.

Biaya produksi naik

Namun, ia tak menampik kebijakan ini bisa menyebabkan harga bahan baku baja secara global naik. Dus, harga produk KRAS berpotensi naik. Jika ini terjadi, perusahaan menanggung kenaikan biaya, sehingga harga jual produk harus naik. "Jika nanti naik 5%, kami perlu koreksi harga," imbuh Rubianto.

Analis MNC Sekuritas Edwin Sebayang menyebut, banyak perusahaan mengimpor baja dari luar karena harganya lebih murah. Jika kebijakan ini diterapkan, maka akan berimbas pada peningkatan biaya produksi industri baja dan logam lokal.

M. Nafan Aji, analis Binaartha Parama Sekuritas, menilai, non tariff barriers akan mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap produk-produk dalam negeri termasuk industri baja dan logam.

Sehingga, daya saing emiten baja akan tergantung pada strategi masing-masing untuk meningkatkan kualitas produk dan penjualan dengan harga jual yang masuk akal.

Di industri baja, Nafan merekomendasikan beli KRAS dengan target harga jangka panjang di Rp 755 per saham. Ia juga menyarankan beli BTON selama bertahan di atas Rp 252.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×