kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BI rate turun, harga SUN bakal melaju


Kamis, 03 November 2011 / 09:15 WIB
BI rate turun, harga SUN bakal melaju
ILUSTRASI. Nasabah melakukan pembayaran menggunakan Scan QRIS OCTO Mobile CIMB Niaga di?gerai retail furnishing di Jakarta, Jumat (27/11/2020


Reporter: Wahyu Satriani Ari Wulan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Laju inflasi yang terus melandai membuka peluang Bank Indonesia (BI) memangkas lagi suku bunga acuan BI rate. Efek lanjutannya adalah harga obligasi dalam negeri terkerek naik.

Sejumlah kalangan melihat peluang pemangkasan BI rate menjadi 6% pada tahun ini masih terbuka lebar. Jika skenario tersebut terwujud maka akan berefek positif ke pasar obligasi domestik. Imbal hasil atau yield surat utang negara (SUN) berpotensi ikut turun mengiringi penurunan suku bunga acuan tersebut. Otomatis, harga instrumen tersebut akan terkerek naik.

Analis obligasi NC Securities, I Made Adi Saputra, memperkirakan yield SUN untuk jangka pendek dan menengah seperti seri bertenor lima tahun bisa bergerak di kisaran 5,25% hingga 5,5%. "Ada potensi kenaikan harga sebesar 175 basis poin untuk SUN bertenor lima tahun," kata Made kepada KONTAN, di Jakarta, kemarin (2/11).

Sementara imbal hasil surat utang bertenor panjang atau di atas 10 tahun diprediksi bakal berada di kisaran 6% hingga 6,75% pada tahun depan. Alhasil, potensi kenaikan harga surat utang ini bisa lebih tinggi ketimbang seri SUN bertenor pendek. Dengan kata lain, harga SUN berjangka waktu panjang bisa meningkat mulai 400 basis poin hingga 500 basis poin.

Pengaruh global

Made memperkirakan permintaan di pasar obligasi domestik pada tahun depan masih akan ramai. Selain BI rate, faktor pemicu lain adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di atas negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika.

Di saat yang sama, Indonesia diprediksi selangkah lagi akan menyandang predikat layak investasi alias invesment grade. "Terlebih kondisi pasar surat utang di luar negeri masih bergejolak sehingga asing akan masuk kembali," imbuh Made.

Pandangan berbeda disutarakan Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas. Menurut dia, penurunan BI rate tidak otomatis mengerek harga SUN meskipun prediksinya BI rate berpeluang menurun 50 basis poin di tahun depan.

Faktor lain yang justru lebih dominan mempengaruhi kenaikan harga SUN adalah likuiditas dana asing di pasar obligasi Indonesia. Semakin banyak pemodal asing yang masuk ke pasar SUN, maka imbal hasil obligasi pemerintah akan terus menurun sehingga harganya cenderung meningkat.

Namun, sesungguhnya investor asing cenderung wait and see masuk ke pasar obligasi di tengah kondisi pasar finansial global yang bergejolak seperti saat ini. "Memang saat ini asing sudah mulai masuk, tetapi belum banyak dan tidak sebanyak posisi tiga tahun terakhir," tutur Handy.

Dus, pertumbuhan harga obligasi terbitan pemerintah pada tahun depan tidak akan banyak beranjak dibandingkan tahun ini. "Kendati harga SUN naik, pertumbuhannya tidak terlalu signifikan. Tapi volatilitasnya masih tinggi," ujar Handy.

Dia pun memperkirakan, imbal hasil SUN bertenor 10 tahun pada tahun depan bisa mencapai 7,5%. Sedangkan yield surat utang negara yang berjangka waktu dua tahun berkisar 5,3%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×