Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) semakin mantap melaju di atas 7.200. Pada perdagangan Rabu (27/12), IHSG menanjak 0,12% ke level 7.245,91. Usai terdorong window dressing dan santa claus rally di akhir tahun ini, pasar saham bersiap menyambut January Effect.
Hanya saja, investor dan trader perlu mencermati sejumlah sentimen yang berpotensi menyetir pasar saham di awal 2024.
Grandly Christophel, Analis & Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Manado mengamati biasanya January effect hanya terjadi pada awal bulan, yang merupakan kelanjutan dari window dressing pada bulan Desember.
Menurut Grandly, indikasi kehadiran January effect akan tampak dari posisi IHSG pada penutupan tahun 2023. Dia melihat IHSG berpotensi mencapai 7.250 hingga 7.300. Jika sampai tutup tahun IHSG tetap melaju, maka kemungkinan besar akan lanjut menanjak pada awal Januari.
"Apabila target 7.300 bisa tercapai, optimisme pasar akan meningkat dan berlanjut sampai awal Januari 2024. Sebaliknya, apabila terjadi pelemahan saat penutupan nanti, maka kemungkinan January effect tidak terjadi," ungkap Grandly kepada Kontan.co.id, Rabu (27/12).
Lebih lanjut, Grandly menyoroti sentimen Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) akan membuat investor cenderung wait and see di awal tahun 2024. Sentimen ini dapat memberikan dampak bagi pergerakan IHSG.
Jika Pilpres hanya satu putaran, Grandly memprediksi IHSG akan mengalami koreksi dan bergerak sideways sampai Februari. Sedangkan jika terjadi dua putaran, koreksi dan sideways IHSG bakal lebih panjang sampai pertengahan 2024.
Chartered Financial Analyst Head of Research & Fund Manager Syailendra Capital, Rizki Jauhari turut mencermati efek Pilpres. Rizki juga memandang sejak awal tahun hingga paruh pertama 2024 investor akan menanti hasil Pemilu dan Pilpres.
Catatan Rizki terhadap empat kali Pilpres, IHSG masih mampu mencatatkan kinerja positif di bulan Januari pada tahun 2004, 2014 dan 2019. Sedangkan secara historis, probabilitas IHSG mencetak kinerja positif pada bulan Januari sejak tahun 2000 mencapai 14 kali dengan rata-rata kenaikan 0,97%.
CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo menambahkan, probabilitas january effect hanya mencapai 60% terjadi setelah rally di akhir tahun. Selain itu, ada sejumlah rilis data ekonomi dan arah kebijakan moneter yang akan menjadi sentimen penting pada Januari 2024.
Di antranya data inflasi domestik, FOMC Minutes The Fed, data tenaga kerja Amerika Serikat (AS), rilis data inflasi AS, hingga rilis GDP Q4-2023 China dan indeks manufaktur China.
"Berpotensi membuat investor cenderung bersikap wait and see," kata Praska.
Mempertimbangkan sentimen yang mengiringi, Praska memprediksi IHSG pada bulan Januari akan bergerak konsolidasi atau bisa menguat tipis Praska menaksir rentang pergerakan IHSG pada area 7.042 hingga 7.306.
"Untuk proyeksi di Januari 2024, dua minggu awal menjadi minggu yang rawan koreksi akibat profit taking pasca tren bullish IHSG di kuartal IV 2023," imbuh Praska.
Rekomendasi Saham dan Strategi Investasi
Menurut Praska, sebaiknya investor menerapkan strategi buy on weakness atau averaging down. Dengan melirik saham-saham yang punya prospek kinerja keuangan apik pada kuartal IV-2023. Saat terjadi koreksi harga akibat profit taking, momentum itu bisa dimanfaatkan untuk koleksi.
Selain itu, pelaku pasar layak memanfaatkan masa ini untuk trading jangka pendek. Sebagai pilihan investasi, Praska menjagokan saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), PT Astra International Tbk (ASII), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR).
Sedangkan Grandly melihat saham perbankan sebagai pilihan menarik untuk mulai dikoleksi. Dia melirik saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN).
Selain bank, Grandly memilih saham consumer non-cyclicals PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Lalu saham ASII sebagai holding multi-industri.
Sementara itu, Rizki mengingatkan bahwa sentimen January effect umumnya bersifat taktis dibandingkan katalis positif yang struktural. Sehingga Rizki menyarankan investor untuk menyesuaikan posisi investasi dengan profil risiko masing-masing.
Pelaku pasar bisa mempertimbangkan portofolio investasi yang terdiversifikasi.
"Investor masih akan mendapatkan benefit atas sentimen yang terjadi, di saat bersamaan meminimalisir risiko portfolio ke level yang acceptable," tandas Rizki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News