Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kinerja PT Timah (Persero ) Tbk (TINS) mulai pulih. Pada semester pertama tahun ini, TINS mencatatkan kenaikan laba sebesar 47,86% menjadi Rp 202,75 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 137,12 miliar. Meroketnya laba ini menjadi angin segar buat TINS setelah kinerjanya melambat sejak akhir tahun lalu.
Emiten milik pemerintah ini juga menorehkan kenaikan pendapatan 7,69% year on year (yoy) menjadi Rp 2,75 triliun dibandingkan Rp 2,55 triliun pada semester I tahun lalu. "Laba meningkat signifikan karena efisiensi di pos pengeluaran non-produksi," kata Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS, Rabu (23/7).
Beban pokok pendapatan TINS hanya naik tipis sebesar 2,4% menjadi Rp 2,09 triliun. Sehingga TINS bisa mengantongi laba kotor sebesar Rp 651,93 miliar, naik 28,7% dari periode yang sama tahun lalu Rp 506,47 miliar. Perseroan juga mengantongi pendapatan bunga sebesar Rp 10 miliar.
Agung mengatakan, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 32 Tahun 2013 tentang ketentuan ekspor timah, turut mendorong kinerja TINS. Soalnya, melalui sistem ekspor satu pintu untuk produk timah batangan, diharapkan pasokan timah akan terpantau dengan baik. Harga jual timah di pasaran pun bisa terus meningkat secara berkala.
TINS juga terus menggenjot produksi. Hingga Semester I, TINS mencatatkan kenaikan produksi bijih timah sebesar 40,89% menjadi 14.352 ton. Bandingkan dengan Semester I 2013 lalu yang hanya sebesar 10.187 ton.
Bukan cuma itu, produksi logam timah pun meningkat 12,42% menjadi 10.808 ton dari sebelumnya 9.613 ton. TINS juga tertolong dari kenaikan harga jual rata-rata yang meningkat dari US$ 22.562 per metrik ton menjadi US$ 23.193 per metrik ton.
Agung bilang, untuk mempertahankan kinerjanya, TINS akan mengupayakan efisiensi di segala bidang. Diantaranya dengan mengurangi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan beralih ke gas yang lebih hemat biaya. Ia yakin, rencana revisi Permendag No 32 Tahun 2013 dalam waktu dekat bisa memperbaiki tata kelola pertimahan di Indonesia. "Nantinya, regulasi yang berlaku bisa semakin jelas dan tegas," ujar Agung.
Soalnya, dalam beleid itu, akan diatur kembali mengenai pos tarif, penggolongan eksportir terdaftar (ET), syarat kandungan unsur timah, bentuk dan dimensi timah, termasuk kemasannya.
Saat ini, TINS memiliki total liabilitas jangka panjang sebesar Rp 603,9 miliar. Sementara total ekuitasnya mencapai Rp 4,79 triliun. Perseroan memiliki saldo akhir kas sebesar Rp 357 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News