Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Disiplin. Itulah pegangan Presiden Direktur PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA), Prodjo Sunarjanto dalam berinvestasi. Menurutnya, seorang investor harus tahu kapan harus masuk dan kapan harus melepas investasi. Keputusan masuk dan melepas investasi tidak boleh melanggar komitmen awal.
Prodjo mengatakan, bila sudah mengambil keputusan jual, tidak perlu disesali jika harganya naik lagi. "Kita tidak boleh serakah. Ambil keputusan jual dan beli sesuai target," jelas Prodjo.
Bapak dua anak ini mengawali pengalaman berinvestasi dengan emas pada tahun 1970. Dia mendapatkan warisan emas dari sang ayah. Sejak saat itu, kesadaran berinvestasi di aset ini mulai terbangun. Ia menilai emas sebagai investasi paling aman.
Seiring berjalannya waktu, Prodjo berinvestasi di sektor properti. Tahun 1986, ia membeli rumah pertamanya di Villa Duta, Bogor. Baginya, investor harus berani berutang demi mendapatkan tempat tinggal. Jika tidak, memiliki rumah pribadi hanya sebatas impian karena harga yang terus meningkat.
Tahun 1994, Prodjo menjual rumahnya tersebut dan pindah ke Pasar Rebo. Dia selalu memilih rumah yang dekat dengan akses tol.
Sekarang, pria lulusan Universitas Indonesia ini menempati rumah di kawasan Pondok Indah seluas 440 meter persegi. Rumah tersebut dihuninya sejak tahun 2005. Selain rumah, Prodjo juga memiliki satu unit apartemen di Jakarta Barat. Ia membeli apartemen itu tahun 2000.
Dia juga menjadi pemegang saham minoritas di salah satu perusahaan pengembang properti. Saat ini, perusahaannya sedang menggarap properti di Permata Cimanggis, Depok. Dari sederet pengalaman berinvestasi di sektor properti, Prodjo mengaku selalu untung.
Sebagai nahkoda perusahaan, Prodjo masih bisa membagi waktu untuk bermain saham. Ia memiliki portofolio 30 saham perusahaan tertutup dan perusahaan publik.
Jumlah tersebut merupakan batas maksimal kepemilikan. "Main saham itu tidak untuk dipantau setiap saat. Nanti bisa stres. Hal terpenting adalah jangan main saham dari hasil utang," pesannya.
Ia tertarik berinvestasi di saham sejak 1992. Ia memilih saham-saham bluechips yang memiliki fundamental baik.
Prodjo memiliki kebiasaan khusus dalam mengelola investasi saham. Saham-saham koleksinya dipegang selama satu tahun. Pada akhir tahun, ia mencairkan 20% keuntungannya untuk dibelikan emas atau properti. Tujuannya adalah untuk memetik hasil investasi.
Namun, perjalanannya berinvestasi di saham tidak semulus investasi di properti. Krisis 1998 sempat membuat dia khawatir terhadap nasib saham-saham yang dipegang. Akhirnya, ia memutuskan menahan semua saham miliknya selama dua tahun.
Masih berhubungan dengan saham, penikmat film box office ini juga memiliki keranjang investasi berupa reksadana saham. Ia menggeluti investasi ini dalam lima tahun terakhir. Prodjo memiliki dua reksadana dengan dana kelolaan antara Rp 1 miliar-Rp 2 miliar. Reksadana milik dia mampu memberikan imbal hasil antara 30%-40% per tahun.
Porsi investasi lain ditempatkan pada deposito valas. Prodjo memakai investasi di instrumen terakhir ini untuk biaya pendidikan kedua anaknya.
Prodjo tidak menyarankan investor memarkir dana di deposito. Menurutnya, deposito justru memiskinkan investor. Bunga deposito saat ini lebih rendah dari tingkat inflasi tahunan.
Kondisi ini tidak bisa melindungi nilai karena uang yang disimpan akan tergerus. Prodjo merekomendasikan investor pemula untuk mengambil risiko kecil. Misalnya dengan masuk ke saham-saham bluechips. Imbal hasilnya tidak terlalu tinggi, namun cenderung aman," sarannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News