Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minggu ini, menjadi pekan yang diisi beragam sentimen yang berpotensi memengaruhi kinerja reksadana. Dalam laporan mingguan yang dirilis Senin (18/1), Infovesta Utama telah merangkum beberapa sentimen yang patut dicermati oleh investor.
Pertama, agenda pelantikan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada 20 Januari mendatang. Pasar diperkirakan akan memperhatikan berbagai kebijakan yang diambil selama masa awal kepemimpinan Joe Biden.
“Ini memberikan sentimen positif terhadap pasar modal Indonesia sebagai emerging market karena peningkatan minat investor untuk berinvestasi pada aset yang lebih berisiko. Apalagi didukung dengan adanya pelemahan dolar AS,” tulis Infovesta Utama dalam risetnya.
Baca Juga: Reksadana pendapatan tetap dan pasar uang masih akan menopang AUM industri reksadana
Kedua, dari dalam negeri, Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dikenal sebagai Indonesia Investment Authority (INA) akan mulai berjalan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa selama dua bulan ini target SWF sekitar Rp 280,5 triliun. Pembentukan INA bertujuan mengembangkan peluang investasi Indonesia serta sebagai solusi alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Melalui hal ini, diharapkan akan membawa aliran dana investor asing masuk ke pasar modal Indonesia. Dengan demikian tren positif aliran dana asing akan berlanjut mengingat dalam satu minggu terakhir, asing mencatatkan capital inflow di pasar saham dengan net buy mencapai Rp 7,91 triliun. Tercermin dari kinerja IHSG yang menguat 1,85% dalam satu minggu terakhir yang juga mendorong kinerja reksa dana berbasis saham seperti reksadana saham dan campuran.
Sentimen ketiga, agenda Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22 - 23 Januari. RDG kali ini akan membahas tingkat suku bunga acuan. Ekspektasi yang beredar tingkat suku bunga acuan BI masih akan dipertahankan di level 3,75%.
“Jika ada keputusan BI untuk memangkas tingkat suku bunga, maka akan memberikan sentimen positif terutama terhadap reksadana berbasis pendapatan tetap. Namun sebaliknya, apabila tingkat suku bunga justru naik maka akan menjadi sentimen negatif,” tulis Infovesta.
Kinerja reksadana berbasis pendapatan tetap juga sudah melemah selama sepekan terakhir. Hal ini juga diiringi dengan berkurangnya kepemilikan SBN oleh investor asing selama sepekan hingga 14 Januari sebesar Rp 5,33 triliun ke level Rp 976,51 triliun. Penurunan kinerja investasi berbasis obligasi diiringi dengan kenaikan yield obligasi pemerintah Indonesia 10 tahun sebesar 1,32%.
“Dengan adanya prospek positif dari diresmikannya INA, maka produk reksadana berbasis saham menjadi sangat menarik dalam jangka waktu panjang. Selain itu, walaupun terjadi tren kenaikan yield di obligasi, namun reksadana berbasis obligasi juga masih menarik karena apabila diperhatikan spread yield antara obligasi Indonesia dengan AS cukup besar, yaitu 5,11%,” sebut laporan Infovesta Utama.
Selanjutnya: Produk berbasis saham bakal positif, cermati sektor konstruksi, properti & metal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News