Reporter: Agus Triyono | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Minyak semakin tertekan. Pernyataan Ben Bernanke, Gubernur Federal Reserve Amerika Serikat (AS) bahwa bank sentral akan mempercepat penghentian program stimulus moneter telah menekan pergerakan harga minyak dalam dua hari terakhir pekan lalu.
Di Bursa Nymex, Jumat (21/6), harga minyak jenis WTI untuk pengiriman Agustus anjlok sampai dengan 1,52% menjadi US$ 93,69 per barel jika dibandingkan hari sebelumnya. Dengan penurunan harga ini, berarti dalam dua hari pasca pidato Bernanke, minyak anjlok 4,86%.
Bernanke, pekan lalu, mengatakan, Federal Reserve akan mengurangi stimulus moneter tahun ini dan mengakhiri program tersebut tahun 2014 nanti, bila prospek perbaikan ekonomi AS menunjukkan hasil yang menggembirakan. Bank sentral yang kerap disebut The Fed ini juga menaikkan prediksi pertumbuhan ekonomi AS tahun 2014 menjadi 3,5% dari perkiraan sebelumnya sebesar 3%.
Zulfirman Basir, analis Monex Investindo Futures mengatakan, selain tertekan pernyataan The Fed, harga minyak juga mendapat banyak tekanan dari meningkatnya persediaan minyak AS. Berdasarkan data Badan Pusat Informasi Energi AS, sampai dengan pekan yang berakhir 14 Juni, tingkat persediaan minyak di negeri Paman Sam tersebut mencapai 394,1 juta barel, atau meningkat 300.000 barel jika dibandingkan pekan sebelumnya.
Tekanan lain, juga datang dari China. Data manufaktur yang buruk, meningkatkan ketakutan pasar terhadap suramnya prospek pemulihan ekonomi negara berpenduduk terbesar dunia tersebut.
Memburuknya ekonomi China dikhawatirkan bisa mengurangi tingkat permintaan minyak salah satu importir minyak terbesar di dunia ini. "Kekhawatiran ini semakin menjadi ketika tingkat impor minyak China bulan Mei turun 6%," katanya.
Zulfirman mengakui, saat ini sebenarnya harga minyak ditopang oleh kekacauan politik yang terjadi di Suriah dan Turki. Itu, telah memicu kekhawatiran pasar terhadap terjadinya gangguan pasokan minyak dunia. Namun, sentimen tersebut tidak cukup kuat untuk menahan pelemahan harga minyak.
Suluh Adil Wicaksono, analis Millennium Penata Futures memperkirakan, tren pelemahan harga minyak kemungkinan besar akan bertahan dalam waktu yang agak panjang. "Sulit bagi minyak untuk bergerak ke atas mendekati level US$ 100 per barel karena tekanannya masih amat besar," katanya.
Secara teknikal, Suluh mengatakan, potensi tekanan harga ini bisa dilihat dari pergerakan grafik mingguan yang hampir sebagian besarnya menunjukkan adanya potensi pelemahan harga minyak. Indikator moving average convergence divergence (MACD) misalnya, masih berada di area -0,345 dan menunjukkan adanya potensi tekanan harga minyak.
Suluh memperkirakan, sepekan ini harga minyak akan melemah di kisaran harga US$ 94-US$ 96 per barel. Zulfirman memprediksi, harga minyak akan melemah di kisaran US$ 92,5-US$ 98 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News