Reporter: Narita Indrastiti, Sandy Baskoro | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) akhirnya gagal membayar utang US$ 450 juta yang jatuh tempo hari ini (8/7). Manajemen BRAU memastikan, produsen batubara ini tak sanggup lagi membayar utang obligasi yang diterbitkan anak usahanya yang berbasis di Singapura itu.
Obligasi BRAU tersebut memiliki kupon 12,5%. Surat utang itu diterbitkan oleh Berau Resources Pte Ltd dan dijamin oleh BRAU. "Kami tidak bisa membayar utang tersebut tepat waktu, dengan kata lain default," ungkap Ari Ahmad Effendi, Head Legal and Corporate Secretary BRAU, kepada KONTAN, kemarin (7/7).
Saat ini, BRAU menantikan kepastian rencana restrukturisasi dari induknya, Asia Resource Minerals Plc (ARMS). ARMS berniat menerbitkan saham baru yang akan diserap investor strategis, Grup Sinarmas, melalui Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE).
Dalam proposal restrukturisasi yang diajukan Sinarmas ke bond holder, obligasi lama akan ditukar dengan surat utang baru. Sinarmas akan menyuntik US$ 150 juta melalui open offer.
Dari perolehan dana itu, ARMS akan memakai US$ 145 juta sebagai kucuran utang ke BRAU, salah satunya untuk ongkos restrukturisasi dan modal kerja. Kemudian US$ 100 juta untuk membayar sebagian pokok obligasi.
Kelak, ARMS akan merilis obligasi baru US$ 387,53 juta yang jatuh tempo Juli 2019. Surat utang itu akan dipakai untuk menukar obligasi yang jatuh tempo saat ini.
ARMS juga akan menerbitkan obligasi baru US$ 443,72 juta yang jatuh tempo Desember 2020 untuk menukar obligasi 2017 senilai US$ 500 juta.
Saat ini BRAU tak bisa bertindak apapun selain menunggu. "BRAU tidak bisa membayar bunga dan pokok utang. Sebagai penjamin, BRAU hanya bisa menunggu keputusan bond holder," ujar dia. Namun Ari optimistis, proses restrukturisasi tersebut bisa berjalan lancar dan menghindarkan BRAU dari gugatan.
Teguh Hidayat, Direktur Avere Investama, perusahaan pengelola dana yang berbasis di Jakarta, menilai, industri batubara sedang redup. Jadi, BRAU default bukan hal aneh.
Bagi Sinarmas, situasi ini dilematis. Satu sisi, ini adalah momentum pas masuk dan membeli BRAU dengan harga lebih murah.
Namun di sisi lain, situasi ini juga bisa bikin runyam. Konsekuensi gagal bayar obligasi bisa panjang, termasuk sisi hukumnya. Apalagi, obligasi ini dijamin BRAU. Dus, faktor itu bisa menghambat Sinarmas. Menarik mencermati babak selanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News