Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengakui ada pelanggaran etika yang dilakukan oleh oknum karyawannya. Ini sehubungan dengan adanya dugaan gratifikasi proses IPO.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia Jeffrey Hendrik menegaskan, adanya dugaan gratifikasi tersebut tidak mengganggu proses penawaran umum atau Initial Public Offering (IPO) ke depannya.
"Saya kira penurunan target (IPO) tidak ada. Semua proses tetap dijalankan sebagaimana mestinya," kata Jeffrey di kantor BEI, Jakarta (2/9).
Ia juga belum bisa mengungkapkan berapa jumlah dan nama emiten yang terlibat dalam kasus dugaan gratifikasi tersebut.
Baca Juga: Kualitas Saham IPO Tak Sebanding Kuantitasnya
"Saya kira semuanya sedang berproses, di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) juga ada proses, di kami juga sudah ada proses. Jadi kita tunggu saja proses itu," terangnya.
Jeffrey juga menerangkan bahwa BEI sudah memberikan hukuman berupa pemecatan kepada karyawannya yang terlibat kasus ini.
"Yang dalam kewenangan kami adalah memberikan sanksi kepada karyawan kami dan itu sudah kami lakukan," ujarnya.
Sebagai informasi, BEI menargetkan 62 perusahaan untuk melakukan penawaran perdana saham atau IPO pada 2024. Jumlah tersebut menurun dari jumlah IPO tahun lalu sebesar 79 emiten.
Diberitakan Kontan sebelumnya, BEI dikabarkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap lima karyawannya. Ini merupakan buntut pelanggan oknum karyawan yang meminta imbalan dan gratifikasi atas jasa penerimaan emiten.
Baca Juga: Ada Dugaan Suap Dalam Proses IPO, Kualitas Emiten Baru di BEI Diragukan
Adapun kelimanya merupakan karyawan pada divisi penilaian perusahaan. Divisi ini bertanggung jawab terhadap penerimaan calon emiten. Diduga kelima karyawan itu meminta sejumlah uang imbalan kepada calon emiten.
Bahkan, para oknum karyawan dikabarkan membentuk suatu perusahaan jasa penasihat yang diduga telah mengantongi dana sekitar Rp 20 miliar. Menurut kabar yang beredar, praktik ini telah berjalan beberapa tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News