Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi memberlakukan Peraturan Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) saham dan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS).
Beleid ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, yang mengatur ketentuan mengenai perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi tertutup.
Adapun delisting saham sebagaimana diatur dalam Peraturan I-N ini mencakup karena permohonan perusahaan tercatat alias voluntary delisting, perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta keputusan BEI atau forced delisting.
Nah ada beberapa hal yang menyebabkan Bursa bisa melakukan delisting perusahaan tercatat. Pertama, emiten mengalami kondisi yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat.
Kedua, emiten tidak memenuhi persyaratan pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ketiga, saham emiten telah mengalami suspensi efek paling kurang selama 24 bulan terakhir.
Baca Juga: Begini Mekanisme Perdagangan Full Call Auction Saham dalam Pemantauan Khusus
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menyampaikan aturan mengenai delisting dan relisting sebelumnya juga sudah ada. Peraturan I-N merupakan pembaharuan dan harmonisasi sebelumnya.
"Kami melakukan penyesuaian dengan peraturan yang lebih tinggi, yakni POJK 3/2021 yang mana di dalamnya mengenai mengenai metode penentuan harga pembelian kembali saham," kata Nyoman, Senin (3/6).
Dalam aturan anyar ini, ada beberapa poin baru yang ditetapkan boleh BEI. Pertama, emiten yang akan melakukan voluntary delisting wajib tercatat di Bursa minimal selama lima tahun.
Kedua, menyelesaikan seluruh kewajibannya terhadap Bursa sebagaimana yang dipersyaratkan. Ketiga, emiten wajib membayar biaya delisting sebesar lima kali annual listing fee terakhir.
Adapun biaya delisting tersebut mengalami kenaikan dari dua kali biaya annual listing fee. Nyoman bilang kenaikan biaya tersebut bukan hanya untuk menambah pundi-pundi pemasukan BEI.
"Bukan untuk pendapatan Bursa, tetapi bagaimana kami berusaha untuk menekan perusahaan-perusahaan menghindari delisting agar berusaha untuk melakukan perbaikan kinerja," ucap Nyoman.
Baca Juga: Setelah Harga Rontok, Inilah Saham Blue Chip Layak Koleksi Awal Juni 2024
Terancam Ditendang Paksa
Dalam catatan BEI, ada 41 emiten yang berpotensi delisting paksa karena telah disuspensi lebih dari enam bulan. Masing-masing emiten memiliki permasalahan yang berbeda.
Nyoman menuturkan pihaknya terus berupaya untuk mendesak para pihak yang bertanggung jawab, baik direksi maupun komisaris untuk melakukan perbaikan kinerja. Jika tidak tercapai, maka BEI bisa melakukan forced delisting.
Agar jera, BEI menjatuhkan sanksi para direksi hingga komisaris emiten yang terkena forced delisting berupa larangan pencarian dana di pasar modal dalam beberapa tahun.
"Secara tegas, kami melarang direksi, pengawas direksi maupun pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk masuk ke pasar modal dalam waktu lima tahun," jelas Nyoman.
Selain itu, BEI juga meminta komitmen manajemen calon perusahaan yang akan melantai di Bursa untuk melakukan buyback jika terpaksa di-delisting. Ini tertuang dalam surat pernyataan lengkap dengan meterai.
Baca Juga: Sistem Lelang di Papan Khusus Bikin Komplikasi
Ike Widiawati, Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas mengimbau kepada para investor retail untuk jeli dalam memantau berbagai aksi korporasi atau potensi terjadinya delisting terhadap saham yang dimiliki.
Dia menyarankan agar investor retail tetap mengikuti informasi tentang saham-saham yang berisiko delisting agar membantu investor agar bisa melakukan investasi dengan lebih bijaksana.
"Ini akan membantu para investor untuk merencanakan investasi mereka dengan lebih bijaksana sesuai dengan tujuan dan risiko yang investor hadapi," kata Ike belum lama ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News