Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri, Jane Aprilyani | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini dibuka dengan mencatatkan penurunan cukup dalam dibandingkan dengan hari kemarin. Hari ini, indeks menjebol angka psikologis 6.000 dan dibuka di level 5.984. Dalam pantauan KONTAN, hingga pukul 10.24, Indeks masih mencatatkan penurunan sebesar 1,17% ke level 5.948.
Inarno Djajadi, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai faktor eksternal menjadi salah satu penyeret pergerakan indeks di akhir pekan ini ditandai dengan nilai tukar rupiah yang terus mencatatkan penurunan.
Dia pun menyebut faktor eksternal menjadi penyebab keoknya rupiah, yang hari ini jeblos ke Rp 14.710 per dollar AS, terburuk sejak tahun 1998.
Salah satu indikatornya, rupiah tak bernasib ini sendirian.
"Seperti mata uang peso Argentina kan turun 7%, lalu lira Turki juga turun 4%, rupiah terkena dampak itu saja," kata Inarno, Jumat (31/8).
Meski demikian, Ia meyakni bahwa secara fundamental indeks masih sehat, dengan catatan capital inflow.
Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) menambahkan, pelemahan rupiah terutama dipicu rencana bank sentral AS Federal Reserve menaikkan bunga acuannya. Tren pengetatan ekonomi ini berbuntut tren penguatan dollar AS.
Di tengah tren tersebut, AS memercikan potensi perang dagang global. Presiden Donald Trump disebut segera menerapkan tarif impor tinggi tahap baru terhadap US$ 200 miliar produk impor dari China. Selain itu, Trump juga mengancam keluar dari WTO yang bisa merusak iklim perdagangan internasional.
Kemarin juga, Argentina meminta pertolongan IMF mencairkan dana program lebih cepat untuk menjaga kepercayaan pasar, dan bank sentralnya menaikkan bunga acuan 15 persen poin menjadi 60%. Peso Argentina sudah tumbang 24% sepanjang bulan Agustus dan terkoreksi 44% sejak awal tahun.
Fundamenal ekonomi
Mirza mengingatkan, di tengah panasnya kondisi ekonomi, penting untuk stabilitas ekonomi dan keuangan agar likuiditas terjaga baik.
Dia juga menggarisbawahi kondisi perbankan Tanah Air yang lebih kuat. Rasio kredit macet (NPL) misalnya terus turun sejak 2015.
"Jadi situasi baik dan tetap monitor, serta waspada juga. Karena apa yang terjadi dengan kebijakan Pemerintah Amerika berdampak ke negara emerging market," kata Mirza.
Dia mengingatkan pasar untuk tetap tenang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News