Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Hingga kini, Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menjatuhkan suspensi terhadap sedikitnya 18 saham. Alasan penghentian sementara (suspensi) saham antara lain karena emiten telat melaporkan kinerja keuangan, belum membayar denda hingga restrukturisasi yang tak kunjung selesai.
Salah satu saham yang terkena suspensi adalah PT Citra Maharlika Nusantara Corpora Tbk (CPGT). Saham emiten yang dulu bernama Cipaganti Citra Graha ini disuspensi sejak 28 April 2017, terkait restrukturisasi utang. Belakangan, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan pailit CPGT.
Adapula saham PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP), yang disupensi sejak 14 Desember 2015. Alasan suspensi antara lain lantaran SIAP belum membayar biaya pencatatan tahunan. Bukan hanya itu, berdasarkan catatan KONTAN, SIAP tak kunjung mengoperasikan tambang batubara yang dikelola anak usahanya, PT Indowana Bara Mining Coal (IWBMC). Setidaknya, rencana produksi tambang SIAP sudah dua kali molor, yakni pada 2016 dan awal 2017.
Direktur BEI Samsul Hidayat menyebutkan, otoritas bursa saat ini memiliki hak untuk memproses forced delisting atau delisting paksa terhadap perusahaan-perusahaan yang sudah cukup lama sahamnya disuspensi.
"Bagi beberapa perusahaan, misalnya sudah sangat lama disuspensi, tapi masih ada harapan atau upaya dari manajemen untuk menghidupkan perusahaan. Maka Bursa masih memberikan kesempatan," ungkap Samsul pada KONTAN, Rabu (14/6).
Bukan hanya itu, otoritas BEI juga mempertimbangkan nasib investor ritel apabila bursa menjatuhkan sanksi delisting.
Maklum saja, masih ada saham yang dipegang oleh para investor publik di emiten-emiten tersebut. Pemegang saham publik adalah pihak yang paling dirugikan jika emiten nantinya terkena delisting.
Memang, pemegang saham akan tetap memiliki sahamnya meski perusahaan menjadi perusahaan tertutup. Namun, saham itu tidak bisa diperdagangkan kembali di bursa saham. Dus, investor sulit meraup capital gain.
Risiko investasi
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, menjual saham yang terkena suspensi akan menjadi masalah bagi investor. Sebab, mau tidak mau, seringkali saham yang disuspensi hanya diperdagangkan di pasar negosiasi, di mana harganya akan terdiskon besar, sehingga merugikan investor.
Memang, kemungkinan rugi atas investasi saham merupakan risiko di pasar modal. "Investor semestinya memahami perusahaan yang dibeli serta risiko dan potensi return-nya," ungkap Hans.
Sejatinya, manajemen emiten memiliki sejumlah opsi untuk keluar dari ancaman delisting. Solusi yang mungkin bisa ditempuh adalah dengan menggandeng investor strategis. Pilihan lainnya adalah mengalihkan bisnis inti, sehingga kemungkinan masa depan perusahaan masih bisa diselamatkan.
Demi mengurangi potensi kerugian, menurut Hans, investor setidaknya perlu mencermati dan teliti sebelum membeli saham, termasuk saham emiten yang menggelar initial public offering (IPO). Sedangkan kapasitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI, kata dia, hanya sebatas menerima perusahaan yang telah memenuhi syarat administrasi untuk IPO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News