kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini strategi emiten tekstil Polychem Indonesia (ADMG) di tengah efek perang dagang


Senin, 05 Agustus 2019 / 21:10 WIB
Begini strategi emiten tekstil Polychem Indonesia (ADMG) di tengah efek perang dagang


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan tekstil yang memproduksi polyester dan mono ethylene glycol (MEG), serta petrokimia PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) menyatakan, sudah merasakan dampak dari perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan China yang memukul industri tekstil dan garmen.

Sekretaris Perusahaan PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) Chandra Tjong mengatakan, akibat perang dagang AS-China, perusahaannya telah mengurangi kapasitas produksi untuk menekan kerugian. Pasalnya, perang dagang membuat harga bahan baku ethylene terlampau jauh dengan harga jual produk MEG.

Baca Juga: Banjir produk tekstil impor memperberat kinerja Polychem (ADMG)

Menurut dia, sejauh ini, selisih harga tertinggi terjadi pada bulan Februari 2019. Harga rata-rata ethylene sebesar US$ 1.012,5/MT, sedangkan harga MEG US$ 614,5/MT. “Sehingga terdapat selisih US$ 398/MT atau sekitar 39,3% dari harga ethylene,” ucap dia, Senin (5/8). 

Untuk itu, demi mengantispasi dampak perang dagang yang lebih buruk ke depannya, perusahaan ini berupaya menekan biaya produksi. Chandra mengatakan, untuk menekan biaya produksi tersebut, ADMG akan meremajakan mesin terutama di pabrik polyester untuk produksi Drawn Texturized Yarn (DYT). 

“Mesin baru tersebut berkapasitas produksi dua kali lipat dari mesin lama serta memungkinkan peningkatan persentase produksi grade AA,” kata dia. 

Di samping itu, Chandra mengatakan, faktor eksternal berupa salah satu peraturan Menteri Perdagangan semakin memperparah dampak perang dagang terhadap perusahaan tekstil Tanah Air. 

Beleid tersebut adalah Permendag Nomor 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil yang merupakan revisi dari Permendag Nomor 85 Tahun 2015. Pada beleid tersebut, pemerintah mengizinkan pemilik izin API-U untuk impor bahan baku tekstil, sedangkan pada beleid sebelumnya, hanya produsen yang memiliki izin API-P yang boleh impor, dengan catatan bahan baku ini tidak diperjualbelikan.

“Permendag 64 memperbolehkan importir umum untuk impor barang sehingga banyak produk tekstil membanjiri Indonesia, terlebih lagi dengan adanya Pusat Logistik Berikat sehingga penjualan menurun jauh,” kata dia. Oleh karena itu,  selama perang dagang AS-China masih berlanjut dan pemerintah tidak segera mencabut Permendag 64, maka kondisi seperti ini akan terus berlanjut.

Bernada serupa, analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, ancaman perang dagang akan terjadi jika pemerintah tidak segera membatasi produk impor tekstil. 
Meskipun begitu, secara teknikal, ia melihat saham ADMG masih akan terus bertumbuh. Sementara itu, saham –saham emiten tekstil dan garmen berorientasi domestik lainnya, seperti RICY, STAR, dan POLY sudah menunjukkan penurunan. 

Baca Juga: Polychem Indonesia (ADMG) Mendorong Kapasitas Produksi

Alasannya, volume perdagangan saham emiten-emiten ini tidak cukup likuid. "Saham-saham tersebut berpotensi tumbuh kembali apabila volume perdagangannya meningkat minimal dua kali lipat dari volume sekarang," ucap William.  

Ia merekomendasikan investor untuk buy saham ADMG dengan target harga Rp 300 hingga akhir tahun. Per perdagangan Senin (5/8) saham ADMG ditutup melemah 3,23% ke level Rp 240. 

Catatan saja, Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menyatakan, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali memanas berpotensi meningkatkan risiko penjualan perusahaan tekstil dan garmen Indonesia yang berorientasi domestik. Alasannya, kenaikan tarif atas barang China ke AS menyebabkan eksportir China mengarahkan produk mereka ke Asia.

“Hal ini akan mengintensifkan persaingan di pasar lokal dan berdampak pada produsen tekstil dan garmen Indonesia yang berfokus ke pasar domestik,” kata Associate Director Bernard Kie, Minggu (4/7). 

Asal tahu saja, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif baru sebesar 10% terhadap barang-barang impor China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September 2019. Tarif tersebut diterapkan pada sejumlah barang konsumsi, seperti ponsel, laptop, mainan, alas kaki, dan pakaian.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×