Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Bank Indonesia mengeluarkan belei anyar tentang batas rasio pinjaman terhadap aset alias loan to value (LTV) pada 30 September. Peraturan tersebut membatasi rasio pinjaman untuk fasilitas kredit rumah kedua dan seterusnya. Perbankan juga dilarang memberi fasilitas kredit untuk uang muka pembelian properti.
Selain itu, bank hanya boleh memberikan fasilitas kredit untuk rumah kedua dan seterusnya apabila properti selesai dibangun secara utuh sesuai dengan perjanjian dan siap serah terima. Ini berarti pembeli rumah inden tidak bisa untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) sebagai bank dengan porsi kredit kepemilikan rumah (KPR) besar, memang akan terpengaruh beleid ini. Cuma efeknya kecil.
Menurut catatan analis MNC Securities Martha, Christina Puspitasari, porsi KPR BBTN mencapai 86% dari total kredit. Namun, profil KPR BBTN kebanyakan untuk kredit rumah bersubsidi atau kepemilikan rumah pertama.
Analis Panin Sekuritas, Raymond Budiman menambahkan, 98% porsi KPR BBTN untuk kepemilikan rumah pertama, sehingga beleid BI itu tidak akan berdampak besar terhadap penyaluran kredit BBTN. Lagi pula, menurut dia, porsi rumah inden yang dibiayai KPR BBTN kurang dari 10% dari total KPR.
Justru, kata Martha, penyaluran kredit dan kinerja BBTN lebih sensitif bila suku bunga kredit naik. Tren kenaikan bunga kredit bisa membuat penyaluran kredit BBTN melambat. Bukan itu saja, rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) BBTN juga akan meningkat.
Namun, Raymond masih yakin dengan prospek BBTN, asalkan BBTN serius mengurangi potensi kredit bermasalah. “Satu-dua tahun ini BBTN harus membenahi NPL melalui restrukturisasi atau lebih selektif memberikan kredit,” ujar dia. Strategi BBTN yang mengurangi KPR subsidi dan mengalihkan ke KPR non subsidi pun diharapkan bisa menurunkan NPL.
Di kuartal II 2013, NPL BBTN tercatat 4,63%, lebih rendah dari kuartal I-2013 4,77%. Raymond memprediksikan, di akhir 2013 NPL BBTN bisa diteken ke 4%.
Martha menyoroti loan to deposit ratio (LDR) BBTN yang tinggi mencapai 110%. Ini berpotensi membuat BBTN menggenjot dana pihak ketiga dengan mendongkrak bunga deposito. Akibatnya, margin laba BBTN bisa tertekan.
Tapi, karena saham BBTN masih menarik, Martha masih merekomendasikan beli saham BBTN dengan target harga Rp 1.200. Raymond juga menyarankan beli saham ini dengan target harga Rp 1.150.
Pun, analis Danareksa Sekuritas, Eka Savitri merekomendasi buy saham BBTN dengan target harga Rp 1.400. Kemarin, harga BBTN turun 6,06% ke Rp 930 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News