kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Batubara berharap pada pasar Asia


Kamis, 14 Januari 2016 / 07:25 WIB
Batubara berharap pada pasar Asia


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pasar batubara mendapat angin segar dengan adanya potensi kenaikan permintaan dari Asia. Meski demikian, ekspektasi tersebut diduga masih sulit mengalahkan aksi negara maju melawan pemanasan global.

Mengutip Bloomberg, Selasa (12/1), harga batubara kontrak pengiriman Maret 2016 di ICE Future Exchange tergerus 2,21% menjadi US$ 48,55 per metrik ton (MT). Ini harga termurah sepanjang lima tahun terakhir.

Meski harga batubara sedang jeblok, perusahaan batubara asal Negeri Kanguru, Australia Pacific Coal Ltd. masih tetap melakukan ekspansi.

Perusahaan ini optimistis lantaran melihat pasar Asia masih akan membutuhkan batubara di masa depan. International Energy Agency memperkirakan, Australia bakal menyalip posisi Indonesia sebagai negara eksportir batubara terbesar di dunia.

Konsultan CRU Group menyebut, India, Malaysia dan Vietnam akan mendorong permintaan batubara, di tengah penurunan permintaan dari China. Saat ini, India telah menggenjot produksi batubara domestik.

Tapi, pada 2020, produksi batubara India diprediksi hanya mencapai 810 juta metrik ton, atau lebih kecil dari target pemerintah sebesar 1,5 juta ton.

"Target India mengerek produksi domestik memang valid, tapi jangka waktunya membuat target menjadi tak realistis," ujar Matthew Boyle, konsultan utama CRU Group di Sidney, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (13/1). Menurut CRU, cadangan batubara India jauh di dalam hutan.

Namun, rel pengangkutnya sedang rusak dan sulit diperbaiki hingga tahun 2020. Masih sulit pulih Analis Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo menilai, kenaikan permintaan batubara dari kawasan Asia tidak lantas bisa mengerek harga.

Sebab, isu lingkungan semakin gencar disuarakan terutama oleh negara maju. Eropa dan Amerika Serikat mulai mengganti penggunaan batubara dengan gas alam, angin hingga tenaga surya.

Selain itu, koreksi harga komoditas diperkirakan berlanjut tahun ini. Indikasinya, harga minyak terus jatuh dan dollar AS melambung.

Pengamat pasar komoditas Deddy Yusuf Siregar sependapat batubara masih bearish. China sebagai konsumen terbesar berencana mengurangi penggunaan batubara sebagai sumber energi hingga 2%. Ini kelanjutkan dari program pengurangan konsumsi batubara yang telah dimulai sejak 2014.

Itu sebabnya, ia menduga, efek permintaan dari Asia kemungkinan baru terasa tiga hingga enam tahun lagi. Menurut Deddy, tantangan terbesar industri batubara yaitu isu pencemaran lingkungan. "Selama belum mampu menjadi industri ramah lingkungan, prospeknya akan tetap suram," ungkapnya.

Deddy memprediksi harga batubara sulit kembali ke US$ 60 per MT, meski impor naik. Sepekan ke depan, harganya diproyeksi berkisar US$ 47,8-US$ 50,8 per MT. Sedang menurut hitungan Wahyu, support batubara ada di US$ 46 per MT, dengan resistance US$ 53 per MT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×