Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mulai melirik potensi generasi milenial dalam bidang investasi. Mereka yang termasuk kelompok milenial ini adalah yang berusia 20 tahun - 34 tahun yang menjadi investor masa depan Indonesia.
Mereka ini sebagian malah sudah terjun di sektor investasi di Tanah Air dan potensinya akan terus bertumbuh signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Maka perlu ada literasi bagi kelompok milenial dalam berinvestasi agar berinvestasi di lembaga yang kredibel dan diawasi secara resmi.
Head of Marketing Development Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Subagiyo mengatakan, literasi terkait perdagangan bursa berjangka perlu disampaikan kepada milenial. Sebab mereka calon investor di massa mendatang bahkan sebagian sudah berinvestasi di pasar ini. Ia menambahkan pangsa pasar milenial tak bisa diremehkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa kelompok usia melenial, setidaknya menyumbang 23,95% dari total populasi Indonesia yang sebesar 265 juta jiwa pada 2018. Pada 2019, jumlah mereka diproyeksi sebanyak 23,77% dari total populasi Indonesia yang mencapai 268 juta jiwa. Artinya, hampir seperlima penduduk di Indonesia adalah kelompok milenial.
Subagiyo mengatakan, sekarang sudah memasuki era revolusi industri 4.0 dimana teknologi menjadi motor penggerak industri, tak terkecuali dalam investasi. Saat ini mayoritas pialang berjangka melakukan perdagangan lewat daring. Tetapi, tak dipungkiri kebebasan akses internet melahirkan pialang-pialang bodong, khususnya perdagangan valuta asing.
Ia khawatir jika seperlima penduduk Indonesia malah berinvestasi di bawah naungan lembaga yang tidak terjamin kredibilitasnya. Karena, pialang resmi adalah mereka yang tergabung dalam bursa berjangka, tercatat di Bappebti, dan dilindungi lembaga keliring.“Jangan malah terjebak dalam situasi yang merugikan, harus tahu industinya seperti apa dan regulasinya agar lebih hati-hati,” kata Subagiyo kepada Kontan,Jumat (5/4).
Keuntungannya adalah bila investor melakukan investasi di lembaga yang resmi investasi menjadi lebih terlindung. Pada dasarnya fungsi dari bursa berjangka adalah sebagai hedging di mana dapat menjaga harga ketika turun atau naik.
Head of Learning Center, Indonesia Commodity and Derivatives Exchange Anang E. Wicaksono mengatakan, memang bursa berjangka tidak se-terkenal bursa efek, apalagi bagi milenial. Untuk itu, ICDX giat mengadakan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat lewat seminar dan talkshow.
Dalam perdagangan kontrak berjangka investor bisa membuka kontrak jual terlebih dahulu dan bila tujuan perdagangannya murni mencari untung dan bukan karena kebutuhan akan komoditi-nya yang bersangkutan dapat menyelesaikan perdagangan dengan membeli kontrak yang sama dengan jumlah yang sama saat harga relatif murah.
Pedagang dapat membeli komoditi terlebih dahulu dan menjualnya ketika harga bergerak tinggi, begitu juga sebaliknya, pedagang dapat menjual komoditi terlebih dahulu kemudian membeli komoditi ketika harga bergerak rendah.
Dalam perdagangan berjangka, ada yang dinamakan dengan harga spot dan harga futures. Harga spot adalah harga komoditas saat sekarang atau sering disebut juga sebagai harga fisik/tunai, sedangkan harga futures adalah harga pada masa yang akan datang yaitu pada saat nanti kontrak berjangka jatuh tempo.
Dalam menghitung harga futures maka secara logis variabel lain seperti biaya simpan komoditi, biaya transportasi, biaya perubahan nilai, maupun biaya lain yang terkait dengan waktu wajib ikut ditambahkan. Variabel biaya-biaya tersebut disebut sebagai “Carrying Cost”. Jika pasar berada dalam posisi normal maka sudah sepatutnya harga futures lebih tinggi daripada harga spot.
Hal tersebut menunjukkan bahwa saat tren harga naik maupun harga turun akan memberikan peluang yang sama dalam trading. Sehingga bisa disebut juga dengan peluang dua arah.
Untuk berinvestasi dalam bursa berjangka cukup bervariatif. ICDX saat ini menawarkan gold, oil, forex (GOFX). Kata Anang, produk ini cocok bagi milenial, sebab nilai setiap kontrak hanya dipatok maksimal US$ 10.000, jauh lebih murah dibandingkan dengan kontrak di bursa komoditi luar yang nilainya bisa mencapai US$ 100.000 per kontrak.
Kata Anang, bahkan untuk transaksi forex bisa dimulai dari kisaran Rp 3 juta. Ia menambahkan bahwasan-nya GOFX merupakan wadah literasi milenial untuk mengenal perdagangan berjangka. Utamanya forex yang mana lebih akrab di telinga milenial.
“Harus terbiasa dengan yang sudah akrab baru merambat ke yang lain,” kata Anang kepada Kontan, Jumat (5/4). Nah, untuk perdagangan komoditi lain sepertin emas, timah, oilein, kopi mungkin belum akrab bagi milenial.
Anang optimis ketika mereka sudah paham perdagangan di bursa berjangka lewat GOFX maka dengan sendirinya akan berpindah haluan ke pasar yang lebih besar yakni komoditas.
Sejalan, anak memandang milenial perlu diedukasi tentang bursa berjangka sejak dini, sebab sekitar lima tahun silam marak investasi forex yang bodong sehingg investor tidak percaya produk pasar berjangka, padahal mereka salah tempat.
Tahun ini Bappebti telah menetapkan cyrpto currency atau mata uang kripto sebagai bagian dalam komoditas. Setelah menetapkan kripto sebagai subjek komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka, Bappebti akan membuat peraturan lebih lanjut atas penetapan kripto sebagai komoditi, seperti soal perusahaan exchanger, wallet dan mining. Peraturan lebih lanjut ini melibatkan lembaga seperti Bank Indonesia (BI).
Kabarnya saat ini BI sudah menyetujui kripto tapi menolaknya bila dijadikan sebagai nilai tukar. Kata Subagiyo, saat ini ada tujuh belas exchanger yang sudah ada dalam daftar Bappebti. Tetapi, semuanya belum resmi karena beraturan masih belum seluruhnya rampung dan calon exchanger harus melewati prosedur penyaringan terlebih dahuhu.
Di sisi lain, pasa kripto nampaknya sudah cukup familiar di kalangan investor domestik. Sebut saja exchanger indodax yang menjadi pionir di Indonesia. Pasar kripto masih mengandrungi produk bitcoin.
Mengutip situs indodax, Jumat (5/4) harga satu bitcoin senilai Rp 71.507.000. Angka ini terus naik bisa dibandingkan awal tahun yang berada di level sekitar Rp 62.000.000 per bitcoin.
CCO Tokokripto, Tegus Kuniawan Harmanda menilai sejak kemunculannya kripto diperdagangkan lewat internet. Maka wajar jika investor terbanyak berasal dari milenial. Ia berharap regulasi di Bappebti semoga dapat segera ditetapkan agar para investor dapat yakin berinvestasi di komoditas baru ini.
“Milenial harus tahu bagaimana regulasi dalam kripto dan di mana tempat mereka bernaung,” tutur Teguh. Ia menambahkan investasi bukanlah soal untung atau rugi melainkan memahami berinvestasi di kripto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News