Reporter: Amailia Putri Hasniawati, Kun Wahyu Winasis | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Dugaan penyimpangan penggunaan dana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) PT Katarina Utama Tbk (RINA) memasuki babak baru. Kemarin (1/9), otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi atau penghentian sementara perdagangan saham RINA.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga mulai melakukan investigasi terhadap kasus ini. "Masih terus kami periksa. Saya tunggu laporan dari Pak Noor (Noorachman, Kepala Biro PKP Sektor Jasa)," ujar Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, kemarin.
Nasib RINA ini setali tiga uang dengan penjamin emisi sahamnya, yaitu Optima Kharya Securities, yang masih disuspensi oleh Bapepam-LK.
Meski termasuk emiten gurem, kasus yang terjadi pada RINA cukup memalukan. Apalagi emiten ini baru genap setahun beredar di bursa saham. Hingga 31 Juli, saham RINA dimiliki oleh sekitar 362 pihak. Dari jumlah itu, 325 di antaranya merupakan investor individu yang memiliki 48,4 juta saham.
Jumlah pemegang saham individu itu jauh lebih banyak dibandingkan sesaat setelah saham ini tercatat di BEI 14 Juli 2009. Berdasarkan data di BEI, pada 31 Juli 2009, jumlah pemegang saham individu hanya 209 orang dengan penguasaan 28,1 juta saham. Adapun total pemegang saham RINA saat itu hanya 224 pihak.
Per 31 Juli 3010, saham terbesar RINA dikuasai Silver Mountaine 66,87% dan CIMB Investment Bank 19,29%.
Sumber KONTAN di internal RINA mengatakan, kondisi perusahaan ini sesungguhnya sudah keropos sejak sebelum IPO. Bahkan, kondisinya semakin kronis sejak perusahaan ini diambil alih oleh investor Malaysia pada 2008. "Kami menduga masuknya Malaysia hanya ingin cari uang lewat IPO," katanya, kepada KONTAN, pekan lalu.
Bobroknya kondisi RINA juga terlihat lewat pergerakan sahamnya di bursa. Saat tercatat pada 14 Juli 2010, saham RINA dilepas di harga Rp 160 per saham. Tapi pada penutupan di sore harinya, harga saham ini terjengkang ke Rp 155 per saham. Setelah itu, harga saham RINA terus terjun bebas dan ketika disupensi kemarin tinggal Rp 64 per saham. Itu berarti, terpangkas 60% dari harga saat IPO.
Pengamat Pasar Modal Yanuar Rizky berpendapat, kasus RINA terjadi akibat tidak adanya kredibilitasnya regulator. Menurut dia, sebelum IPO mestinya Bapepam-LK jeli mencermati laporan keuangan para calon emiten. Misalnya, selain meneliti pendapatan calon emiten, Bapepam-LK juga harus melihat bukti pembayaran pajaknya.
Lantaran lemahnya pengawas, Yanuar menyarankan agar investor lebih jeli ketika hendak berinvestasi di saham-saham IPO. Investor harus betul-betul melihat kinerja perusahaan itu. "Jika pendapatan operasional turun tapi labanya naik, fundamental bisnisnya pasti jelek," ujarnya, kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News