Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Halaman sisi utara PT Bursa Efek Indonesia (BEI) kini tak kosong lagi. Ada banteng di halaman yang langsung menghadap Jalan Jendral Sudirman itu.
Kamis siang (27/7), banteng itu datang. Banteng itu bukan banteng biasa. BANTENG WULUNG, demikian yang tertulis pada spanduk yang menyelimuti banteng itu.
Banteng Wulung dipahat di Bali. Butuh satu unit pesawat Hercules untuk mengangkutnya ke Halim Perdana Kusuma. Dari situ, Banteng Wulung diangkut menggunakan truk berporos tiga.
Tak main-main, beratnya mencapai 7 ton. Butuh sebuah crane untuk menurunkan banteng itu dari bak truk pengangkutnya hingga ke titik pemasangan.
Berat bobot Banteng Wulung membuat pemasangannya tidak mudah. Butuh waktu hingga dua jam untuk memasang patung itu.
Dari segi material, pembuatan banteng itu terbilang umum, berbahan dasar kayu. Tapi, yang membuatnya spesial adalah, kayu tersebut merupakan kayu fosil yang umurnya saja bisa mencapai ratusan, atau bahkan ribuan tahun.
Sang pemahat, Made Budiasa mengaku, kayu untuk patung itu dibeli dari orang yang menemukannya senilai ratusan juta rupiah. Sejatinya, butuh waktu sekitar 1 tahun untuk memahat patung sebesar itu.
Tapi, pihak BEI meminta agar patung tersebut bisa selesai dalam waktu 3 bulan. Sehingga, ia butuh 20 orang pemahat dengan yang bekerja keras 4 shift dalam sehari. "Akhirnya, bisa kekejar," imbuh Made.
Tito Sulistyo, Direktur Utama BEI mengatakan, Banteng Wulung baru akan diresmikan pada tanggal 13 Agustus 2013. Rencananya, Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat juga akan menghadiri peresmian tersebut.
Sepintas, Banteng Wulung seperti meniru The Charging Bull, patung banteng berwarna emas yang mejeng persis di pusat bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street.
Banteng memang menjadi simbol seluruh pasar modal di dunia. Bedanya, patung-patung banteng itu menggunakan bahan dasar kayu, logam, atau beton yang konvensional.
Sedikit menengok ke belakang, The Charging Bull memiliki sejarah yang cukup panjang. Berdasarkan penelusuran KONTAN melalui sejumlah situs, The Charging Bull justru dipahat bukan di AS, melainkan di Italia.
Arturo Di Modica merupakan artis pemahat The Charging Bull. The Charging Bull merupakan simbol optimisme finansial dan kesejahteraan yang agresif.
Hal ini tampak dari posisi The Charging Bull yang siap berlari. Bahkan, menurut kepercayaan setempat, siapa yang mengusap tanduk, hidung, dan bagian lain dari banteng ini akan mendapat keberuntungan finansial.
Versi lain mengatakan, banteng memiliki karakteristik yang khas ketika ingin menyerang lawannya. Ia akan berlari sembari menundukan kepala, lalu kemudian menggerakan kepala dan sebagian badannya ke atas untuk menanduk lawannya.
Hal ini berbeda dengan beruang. Beruang lebih dahulu berdiri, lalu kemudian kembali merendahkan badannya dengan memanfaatkan bobot badan dan cakarnya guna menjatuhkan lawan.
Nah, dari dua posisi hewan ini kemudian muncul istilah bullish dan bearish dalam bursa saham.
Bullish menunjukan kondisi dimana pasar saham tengah naik. Sebaliknya, bearish menunjukan kondisi dimana pasar saham tengah berada dalam kondisi penurunan.
Terlepas dari masalah sejarah dan filosofi tersebut, nyatanya The Charging Bull tetap menjadi salah satu tujuan wisatawan untuk berfoto ria. Hal serupa juga diharapkan pada Banteng Wulung.
"Sesuai namanya, Banteng Wulung diharapkan akan membawa kebahagiaan dan kejayaan baru bagi warga Jakarta. Mudah-mudahan juga akan menjadi satu tourist destinantion," jelas Tito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News