Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pemain bisnis pemeringkatan (rating) di Indonesia tidaklah banyak. Hanya ada tiga perusahaan saja. Mereka adalah, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), PT Fitch Ratings Indonesia, dan PT ICRA Indonesia.
Namun, pemain sedikit bukan berarti tanpa ada persaingan. Ronald T Andi Kasim, Presiden Direktur Pefindo bilang, masing-masing perusahaan itu berlomba-lomba menawarkan komisi yang kompetitif. "Perang komisi juga terjadi di rating agency," ujarnya, Rabu (11/2).
Sekadar informasi, hanya Pefindo yang seluruh sahamnya milik investor lokal. Adapun, pemegang saham terbesar Pefindo adalah dana pensiun Bank Indonesia dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan dua lainnya terafililiasi dengan lembaga pemeringkat global.
Seperti namanya, Fitch Ratings Indonesia merupakan lembaga pemeringkat yang terafiliasi dengan lembaga pemeringkat global Fitch Ratings Inc. Sedangkan, ICRA Indonesia terafiliasi dengan Mody's Investors Service. Moody's merupakan pemegang saham mayoritas dari induk ICRA, yakni ICRA Limited.
Tentu saja keuntungan dari Fitch dan ICRA adalah rekam jejak para pemegang saham yang merupakan pemain besar pemeringkatan di dunia. Standard & Poor's (S&P) sempat menyampaikan proposal untuk mengempit 40% saham Pefindo.
Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah resmi menolak dengan adanya surat keputusan pada Desember 2013 lalu. Beberapa pemegang saham memang tak setuju atas aksi akuisisi S&P itu. Pasalnya, dari segi bisnis Pefindo tidak ada nilai tambah yang bisa dipetik.
Pefindo tidak bisa mendapat berkah dari rating internasional, namun, sebaliknya, S&P bisa mengeruk keuntungan dari aktivitas rating oleh Pefindo.
Tetapi, kabarnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengatur lebih lanjut mengenai aturan main perusahaan pemeringkat ini. Hal ini untuk menghindari adanya penyimpangan yang dilakukan oleh para perusahaan pemeringkat, khususnya yang terafiliasi dengan perusahaan rating asing.
Pasalnya, pemeringkatan perusahaan dalam negeri untuk pasar global sering dilakukan oleh perusahaan pemeringkat yang ada di Indonesia. Padahal, sejatinya rating global harus dikeluarkan oleh perusahaan rating internasional.
Hal ini akhirnya membuat perusahaan pemeringkat terafiliasi dengan asing itu menawarkan komisi lebih rendah. Karena, mereka memberikan harga satu peringkat untuk mendapat dua hasil rating. Namun, Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK belum bisa dimintai konfirmasi mengenail hal ini. "Saya masih rapat," katanya.
Jika melihat rencana kerja OJK, Penyusunan Penyempurnaan Pedoman Fit dan Proper Calon Direksi dan Komisaris Perusahaan Pemeringkat Efek menjadi salah satu target wasit pasar modal ini. Tetapi, belum bisa dipastikan apakah ini terkait dengan lini usaha lembaga pemeringkat secara menyeluruh atau tidak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News