Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren positif yang menyelimuti pasar surat utang atau obligasi di Indonesia diperkirakan akan berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Stabilitas ekonomi dalam negeri dan luar menjadi kunci yang bisa mempertahankan laju positif saat ini.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara sudah mencapai Rp 1.087,14 triliun hingga Kamis (23/1) kemarin, meningkat Rp 24,7 triliun sejak awal tahun. Porsi kepemilikan asing ini mencapai 39,11% dengan porsi kepemilikan surat utang negara 45,98% dan sukuk negara 6,72%.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai, meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China memberi efek positif terhadap pasar obligasi dari sisi eksternal. Sementara dari internal, kondisi makro yang membaik dan stabil menjadi pendorong.
“Kombinasi keduanya menjadikan yield kita semakin menarik di mata investor. Selain itu, dukungan peringkat investment grade yang baik dan likuiditas yang terus membaik menjadikan pasar kita semakin menjadi tujuan investasi,” jelas Ramdhan kepada Kontan.co.id, Minggu (26/1).
Baca Juga: Dana asing diperkirakan masih tinggalkan pasar saham hingga akhir Januari
Ramdhan menyebut jika kondisi pasar relatif adem-ayem, pasar kita akan masih tumbuh. Meski demikian, yang harus menjadi perhatian adalah kepemilikan asing yang terus menambah ini juga cukup rentan.
“Yang menekan yield ini kan demand dari kepemilikan asing yang terus naik. Tapi ini cukup rentan, kalau pasar global bergejolak, ada potensi mereka untuk keluar dari pasar kita,” tambah Ramdhan.
Sementara ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C Permana menyebut tren ini justru akan terjadi cukup lama. Sebab dari tren penurunan yield saat ini, credit default swap (CDS) yang semakin rendah, dan rupiah yang cenderung terapresiasi, Fikri menilai telah terbentuk pasar SUN dengan keseimbangan alias ekuilibrium yang baru.
“Untuk mengubah ekuilibrium tersebut, saya rasa akan butuh waktu yang tidak sebentar. Sebab hal tersebut tidak hanya menyangkut fundamental Indonesia, tapi juga perekonomian global, khususnya peers,” terang Fikri.
Baca Juga: Bank pelat merah ramai terbitkan global bond tahun ini
Fikri menambahkan, sentimen utama yang membayangi pasar obligasi adalah investor yang mulai risk off. Selain itu, kemungkinan front loading investor domestik dalam rangka mendapatkan yield yang lebih baik seiring kebijakan moneter yang akomodatif.
Sedangkan Ramdhan justru menjelaskan adanya kemungkinan koreksi yang terjadi pada fase akhir Februari atau awal Maret. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, Ramdhan melihat pada fase tersebut demand mulai menurun dan asing juga cenderung melakukan profit taking.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News