kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Asing penggerak pasar


Jumat, 30 Agustus 2013 / 08:20 WIB
Asing penggerak pasar
ILUSTRASI. SnapTik TikTok, Situs Penyedia Download Video Tanpa Watermark dan Cara Pakainya


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Pasar surat utang negara (SUN) masih bergejolak meski harga SUN kembali naik tersengat peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate), kemarin.

Kepala Ekonom Bank Mandiri (BMRI) Destry Damayanti mengatakan, minimnya peran investor lokal ikut memicu tekanan pasar obligasi negara. Maklum, saat ini, aktivitas jual beli atau trading obligasi negara didominasi oleh asing, mencapai 70%.

Sedangkan, investor lokal cenderung menggenggam kepemilikan obligasi dan hanya sekitar 30% saja yang melakukan trading di pasar sekunder. "Trading mengakibatkan pasar bergerak naik. Sedangkan asing cenderung bergerak searah dalam melakukan aksi jual ataupun beli. Sehingga apabila asing keluar, pasar obligasi kita akan merespon dan turun dalam," kata Destry, Rabu (28/8).

Padahal, porsi kepemilikan asing hanya sekitar 30% dari total obligasi negara. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan mencatat, kepemilikan asing di SUN mencapai Rp 286,78 triliun pada 26 Agustus 2013.

Sedangkan, total SUN mencapai Rp 915,07 triliun. "Berbeda dengan negara lain, seperti Malaysia atau Filipina, investor lokal cukup besar sehingga saat terjadi gejolak, penurunan pasar tidak dalam," ujar Destry.

Destry mengatakan, keengganan investor lokal melakukan trading obligasi lantaran kesadaran investor dalam memanfaatkan pasar modal masih terbatas. Destry menduga, tekanan di pasar obligasi tidak akan berlangsung lama. Dia memperkirakan, imbal hasil (yield) obligasi kembali stabil pada September. "Yield obligasi saat ini sudah price in dan merespon fluktuasi pasar," ujar dia.

Sementara itu, Dana Pensiun Taspen mengaku, belum menerapkan trading di SUN. Asiwandi Gandhi, Direktur Utama Dana Pensiun Taspen mengatakan, kebijakan trading akan dilakukan pada tahun ini menyusul diberlakukannya pencatatan akutansi international financial reporting standard (IFRS), akhir tahun lalu.

Namun, fluktuasi pasar obligasi mengakibatkan Taspen menunda trading dan memilih menggenggam instrumen hingga jatuh tempo. "Selama ini, kami memegang obligasi hingga jatuh tempo. Kami memilih untuk wait and see dulu dan belum mengambil," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×