Reporter: Riska Rahman, Wuwun Nafsiah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Harga batubara terancam oleh peningkatan konsumsi energi terbarukan di Asia. Pada perdagangan Jumat (26/5), harga batubara kontrak pengiriman Juni 2017 di ICE Futures Exchange terkikis 0,2% ke US$ 73,85 per metrik ton. Dalam sepekan, harganya tergerus 0,81%.
Maklum, batubara masih diliputi sentimen negatif. Penggunaan batubara di China dan negara Asia lain mulai tergantikan oleh energi lain. Padahal, produksinya belum menunjukkan sinyal turun. "Sejauh ini, batubara hanya berharap pada kebijakan Pemerintah China untuk mengurangi produksi," kata Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures.
Konsumsi Asia jadi harapan bagi harga batubara. Kini, beberapa negara berusaha menekan penggunaan si hitam. Contohnya, India yang membatalkan rencana pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara dengan kapasitas 13,7 gigawatt. Negeri Gangga memilih mendongkrak kapasitas pemakaian energi tenaga surya lantaran harganya lebih murah.
Analis PT Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan, China yang merupakan konsumen batubara terbesar juga terus meningkatkan pemakaian gas alam. National Development and Reform Commission (NDRC) menyebutkan, konsumsi gas alam negeri tembok raksasa selama empat bulan pertama 2017 tumbuh 12% dari periode sama 2016.
Peningkatan konsumsi gas alam itu membuat impor batubara China hingga April lalu anjlok 33% dibanding periode sama 2016. "Melemahnya permintaan batubara China berakibat pada kenaikan pasokan di Asia dan Australia, sehingga menekan pergerakan harga," ungkap Wahyu.
Potensi rebound
Tapi, bukan berarti batubara minim sokongan positif. Komitmen China untuk membatasi produksi saat harga batubara melemah bisa mengerek harga. Wahyu memperkirakan, harga batubara berpotensi rebound jika sudah mendekati US$ 70 per metrik ton. Level ini juga bisa memicu China mengurangi hari kerja tambang batubara demi menekan produksi.
Dari kawasan Eropa, katalis positif datang dari status darurat kebutuhan energi di Ukraina yang meningkatkan permintaan batubara. Bahkan, negara tersebut mendekati Amerika Serikat (AS) agar mau mengekspor batubaranya. "Produksi batubara AS pun naik 6,3% pekan ini dan diharapkan mampu ekspor ke Ukraina," ujar Deddy.
Secara teknikal, harga komoditas ini masih bergerak di bawah garis moving average (MA) 50, MA 100, dan MA 200. Moving average convergence divergence (MACD) pun berada di area negatif, sementara indikator relative strength index (RSI) pun berada di level 39, yang menunjukkan pelemahan. Sedangkan indikator stochastic berada di level 74 yang memperlihatkan potensi untuk rebound.
Karena itu, Deddy memproyeksikan, harga batubara hari ini di kisaran US$ 71,50-US$ 74,75 per metrik ton. Adapun Wahyu memprediksikan, sepekan ke depan batubara berada di kisaran US$ 70-US$ 76 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News