Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana Amerika Serikat (AS) ingin menaikkan tarif impor aluminium buatan Rusia 200% tidak akan berdampak signifikan bagi harga aluminium global. Permintaan aluminium AS terhadap Rusia kecil, bahkan terus menyusut.
Research & Development ICDX Revandra Aritama mencermati, kebijakan bea impor AS tersebut lebih diniatkan sebagai sanksi tambahan untuk Rusia atas konflik geopolitik di eropa timur. Aksi ini bertujuan untuk memaksa Rusia agar menghentikan konflik di Ukraina.
Pasalnya, Rusia merupakan salah satu produsen aluminium terbesar di dunia. Adanya penerapan tarif yang lebih tinggi diharapkan bisa menyakiti Rusia.
Baca Juga: Hilirisasi Bauksit & Epicentrum of Growth
Meskipun begitu, impor AS terhadap aluminium Rusia bukanlah yang terbesar. Dengan kata lain, kebijakan ini tidak berpengaruh banyak terhadap pergerakan harga aluminium global.
Revandra bilang, kebijakan bea impor AS justru berpotensi mengganggu stok aluminium di negara Paman Sam tersebut. Pada akhirnya, gangguan stok aluminium menjadi kendala bagi sektor manufaktur.
Amerika Serikat tidak mengimpor banyak aluminium Rusia. Pada tahun 2021, AS tercatat melakukan impor aluminium dari Rusia senilai US$ 657 juta. Jumlah ini lebih kecil dari laporan tahun 2017, saat AS mengimpor aluminium Rusia dengan nilai lebih dari US$ 1,6 miliar.
Dengan kondisi ini, penetapan bea impor 200% terhadap aluminium Rusia tidak terlalu memberikan pengaruh bagi harga aluminium global.
"Apalagi Rusia dilaporkan menggenjot kerjasama dalam produksi aluminium dengan Tiongkok," jelas Revandra kepada Kontan.co.id, Rabu (8/2).
Revandra menilai pergerakan harga komoditas energi menjadi salah satu sentimen yang dapat memberikan pengaruh terhadap permintaan aluminium.
Baca Juga: Ekonomi China Dibuka, Harga Logam Industri Menggeliat
Mahalnya komoditas energi menyebabkan banyak pabrik yang menurunkan jumlah produksinya. Sehingga, permintaan atas aluminium yang merupakan bahan baku yang banyak diperlukan dalam sektor manufaktur, ikut turun.
"Jika krisis energi dapat teratasi, maka permintaan atas aluminium juga dapat terdongkrak sehingga harganya akan ikut naik," pungkas Revandra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News