Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kesulitan pendanaan mendorong PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) merevisi investasinya. Semula, BUMN ini perlu merogoh kocek US$ 1,7 miliar untuk proyek pembangunan pabrik feronikel Halmahera Timur (P3FH) berkapasitas 40.000 ton. Kini, ANTM menurunkan investasinya menjadi US$ 250 juta untuk pabrik berkapasitas 15.000 ton feronikel.
Direktur Keuangan ANTM Johan Nababan mengungkapkan, ANTM menekan belanja barang modal. Caranya, dengan berpindah dari kualitas premium mesin berteknologi Jepang dan Jerman menjadi pabrikasi dalam negeri dan China. Adapun, 85% barang modal untuk pabrik tersebut merupakan impor. "Dana semurah-murahnya. Ini harga paling bagus," ucap Johan kepada KONTAN, Senin, (7/9).
Di proyek ini, dananya akan berasal dari Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue. Rights issue ANTM antara Rp 371 - Rp 535 per saham. Ini berarti ANTM akan memperoleh pendanaan sekitar Rp 5,23 triliun hingga Rp 7,54 triliun. Di situ, pemerintah menyuntik Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3,5 triliun.
Analis PT Pefindo Guntur Tri Haryanto menilai, penurunan investasi tersebut merupakan langkah yang bijak. Pasalnya, kondisi saat ini tak memungkinkan bagi ANTM melakukan penarikan dana dengan likuiditas berjumlah besar. "Strategi PMN saja, tidak usah menambah utang. Itu bisa lebih bagus,” ucap Guntur, kepada KONTAN, kemarin.
Meski begitu Guntur menginginkan, penurunan nilai investasi ANTM tak banyak berpengaruh terhadap kualitas produknya. Ia berharap, ANTM tetap menjaga kualitas pabrik feronikel tersebut. Ia yakin, ANTM bisa memperoleh keuntungan dengan melakukan diversifikasi produk hingga ke hilir. Johan menyebut, pengerjaan P3FH akan dipercepat ke tahun ini. Begitu meraih dana segar hasil rights issue, ANTM akan segera mengerjakan proyek.
Sehingga pabriknya dapat rampung dalam dua tahun mendatang. ANTM ekspansi pabrik feronikel karena emiten tambang pelat merah ini ingin masuk ke bisnis stainless steel. Johan mengungkapkan bahwa untuk menggarap stainless steel diperlukan kapasitas 40.000 ton feronikel. Saat ini, ANTM memiliki pabrik berkapasitas 20.000 ton feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Lalu ANTM tengah dalam proses penambahan kapasitas 7.000 ton feronikel di sana.
Johan menyebut, Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Pomalaa (P3FP) ini telah mencapai 93,4% penyelesaian. Ia menargetkan pabrik tersebut dapat mulai beroperasi awal tahun depan. ANTM juga berencana membangun pabrik feronikel tahap kedua di Halmahera Timur dengan kapasitas sebanyak 15.000 ton.
Untuk tahap kedua nanti, sumber pendanaan akan berasal dari pinjaman. ANTM sedang melakukan pengkajian internal untuk meraih pinjaman dari China Development Bank. Jika proyek P3FH tahap kedua rampung, maka total kapasitas feronikel ANTM menjadi 57.000 ton. Dengan itu, perseroan mampu menggarap bisnis stainless steel. "Sekarang leverage upstream for downstream. Aset hanya ore. Tapi dengan modal ore, kami bisa menyukseskan hilirisasi," tandas Johan.
Pada semester pertama tahun ini, pendapatan ANTM melonjak 96,98% dari Rp 3,98 triliun menjadi Rp 7,84 triliun. Dengan penopang tersebut, kerugian perseroan ini berkurang dari Rp 633,03 miliar ke posisi Rp 474,49 miliar. Lonjakan pendapatan ini ditopang oleh penjualan emas yang meningkat tajam. Penjualan feronikel mengkontribusi 24,74% dari total penjualan. Pada perdagangan di bursa saham kemarin, harga ANTM turun 1,45% ke level Rp 477 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News